KAIDAH USHUL FIQIH
"مَن تَعَجّل شيئًا قبل أوانه عُوقب بحرمانه"
"Barang siapa yang tergesa-gesa sebelum waktunya maka dia dihukum dengan tidak mendapatinya"
Artinya adalah bahwa orang yang tergesa-gesa untuk memperoleh haqnya sebelum waktunya sehingga dia mencari cara haram untuk memperoleh yang ia inginkan maka dia diharamkan untuk mendapatkan hal tersebut sebagai hukuman baginya.
Dan kaidah ini penting untuk saddu dzariyah(menutup celah munculnya kemudhorotan).
Dan kaidah ini penting untuk saddu dzariyah(menutup celah munculnya kemudhorotan).
Kaidah ini ditunjukan dari beberapa dalil di antaranya:
Dalil pertama:
Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
"لايرث القاتل شيئا"
"Seorang pembunuh(pewaris) tidak mendapat warisan sedikitpun"
Dalil pertama:
Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
"لايرث القاتل شيئا"
"Seorang pembunuh(pewaris) tidak mendapat warisan sedikitpun"
Jika seorang saudara membunuh saudara kandungnya padahal sipembunuh ini secara asalnya menjadi ahli waris buat dari yang dia bunuh akan tetapi takala dia ingin menyegerakan memperoleh warisan itu maka dia diharamkan untuk mendapatkan warisan itu.
karena dia telah tergesa-gesa sebelum waktunya.
karena dia telah tergesa-gesa sebelum waktunya.
Dalil yang kedua :
Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
لَعَنَ اللَّهُ الْمُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ
Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
لَعَنَ اللَّهُ الْمُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ
Artinya : "Allah melaknat si muhallil (orang yang menjadi muhallil) dan muhallal lah (orang yang dimuhallili)". (HR. al-Tirmidziy)
Bahwa laki-laki yang telah menthalaq istrinya dengan thalaq tiga maka tidak halal baginya menikahi lagi kecuali si mantan istri dinikahi laki-laki lain dan digauli kemudian diceraikan, maka boleh bagi suami pertama untuk menikahi kembali(ruju').
Sebagian orang membuat siasat dengan mendatangkan seseorang laki-laki dan membuat kesepakatan dengan laki-laki itu agar menikahi mantan istrinya kemudian menggaulinya dan mentholaqnya agar si mantan istri bisa halal kembali untuk dinikahi olehnya.
Dan kedua laki-laki ini (muhallil dan muhallal lah) telah tergesa-gesa dengan sesuatu sebelum waktunya sehingga dihukum dengan pengharamannya sehingga wanita itu tidak menjadi halal karena perbuatan ini.
Bahwa laki-laki yang telah menthalaq istrinya dengan thalaq tiga maka tidak halal baginya menikahi lagi kecuali si mantan istri dinikahi laki-laki lain dan digauli kemudian diceraikan, maka boleh bagi suami pertama untuk menikahi kembali(ruju').
Sebagian orang membuat siasat dengan mendatangkan seseorang laki-laki dan membuat kesepakatan dengan laki-laki itu agar menikahi mantan istrinya kemudian menggaulinya dan mentholaqnya agar si mantan istri bisa halal kembali untuk dinikahi olehnya.
Dan kedua laki-laki ini (muhallil dan muhallal lah) telah tergesa-gesa dengan sesuatu sebelum waktunya sehingga dihukum dengan pengharamannya sehingga wanita itu tidak menjadi halal karena perbuatan ini.
Dalil ke tiga:
yaitu bahwa Usmant bin Affan رضي الله عنه memberikan harta waris kepada Tumadhir binti al-usbu' al kalbiyah salah satu istri dari Abdur rahman bin 'auf رضي الله عنه, padahal Abdur rahman رضي الله عنه telah menthalaqnya ketika sakit menjelang kematiannya dengan tholaq baain.
dan Ustman menetapkan hukum ini dihadapan beberapa orang para shahabat رضي الله عنهم جميعا padahal hukum asalnya bahwa seseorang yang menthalaq istrinya dengan tholaq baain maka sang istri yang tertholaq baain ini tidak mendapat waris darinya jika dia telah mati, akan tetapi keadaan menthalaq istri ketika sang suami sakit menjelang kematiannya mengandung kemungkinan sang suami enggan untuk memberikan harta warisnya maka syariat menghukum dengan membatalkan niatnya.
Akan tetapi dalam hal ini kemungkinan Abdur rahman bin auf رضي الله عنه tidak mengetahui permasalahan ini atau terdapat alasan yang lain.
yaitu bahwa Usmant bin Affan رضي الله عنه memberikan harta waris kepada Tumadhir binti al-usbu' al kalbiyah salah satu istri dari Abdur rahman bin 'auf رضي الله عنه, padahal Abdur rahman رضي الله عنه telah menthalaqnya ketika sakit menjelang kematiannya dengan tholaq baain.
dan Ustman menetapkan hukum ini dihadapan beberapa orang para shahabat رضي الله عنهم جميعا padahal hukum asalnya bahwa seseorang yang menthalaq istrinya dengan tholaq baain maka sang istri yang tertholaq baain ini tidak mendapat waris darinya jika dia telah mati, akan tetapi keadaan menthalaq istri ketika sang suami sakit menjelang kematiannya mengandung kemungkinan sang suami enggan untuk memberikan harta warisnya maka syariat menghukum dengan membatalkan niatnya.
Akan tetapi dalam hal ini kemungkinan Abdur rahman bin auf رضي الله عنه tidak mengetahui permasalahan ini atau terdapat alasan yang lain.
Sebagian ulama menamakan kaidah ini dengan " المعاقبة نقيض القصد " ( hukuman pembatalan maksud tertentu)
Contoh praktek kaidah ini:
Seseorang memiliki 40 kambing ( telah sampai nishobnya) dan nishob ini telag berlangsung selama 10 bulan dan mendekati kewajiban zakat yaitu sampai haulnya (satu tahun) maka orang itu bersiasat dengan menjual 1 dari kambingnya dalam rangka mengurangi nishobnya sehingga gugurlah kewajiban zakatnya, maka orang seperti ini dihukum dengan dibatalkan niatnya itu dengan tetap diambil darinya zakatnya.
Seseorang memiliki 40 kambing ( telah sampai nishobnya) dan nishob ini telag berlangsung selama 10 bulan dan mendekati kewajiban zakat yaitu sampai haulnya (satu tahun) maka orang itu bersiasat dengan menjual 1 dari kambingnya dalam rangka mengurangi nishobnya sehingga gugurlah kewajiban zakatnya, maka orang seperti ini dihukum dengan dibatalkan niatnya itu dengan tetap diambil darinya zakatnya.
Dan kaidah ini sebagaimana yang disebutkan oleh pengarang "أن المتعجل للمحظور يعاقب بالحرمان " ( orang yang terburu-buru (melakukan) hal yang dilarang maka dihukum dengan tidak mendapatkannya) sangat bermanfaat dalam kehidupan kita diDunia dan Akhirat.
Maka orang yang meninggalkan karena sesuatu yang sangat ia inginkan karena Allah maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik diDunia dan dan Akhirat dan barang siapa yang meninggalkan maksiat padahal hatinya condong kepada hal itu maka Allah Azza wa jalla akan menggantikan keimanan dalam hatinya dan kelapangan hati bahkan keberkahan dan keluasan rizqi dan selainnya dari kebaikan-kebaikan yang lain.
Oleh karena itu ada sebuah hadits bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata:
أنك لن تدع شيئا اتقاء الله إلا أعطاك الله خير منه
"Bahwasannya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah melainkan Allah akan memberikanmu sesuatu yang lebih baik darinya" .
(HR.Ahmad)
Maka orang yang meninggalkan karena sesuatu yang sangat ia inginkan karena Allah maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik diDunia dan dan Akhirat dan barang siapa yang meninggalkan maksiat padahal hatinya condong kepada hal itu maka Allah Azza wa jalla akan menggantikan keimanan dalam hatinya dan kelapangan hati bahkan keberkahan dan keluasan rizqi dan selainnya dari kebaikan-kebaikan yang lain.
Oleh karena itu ada sebuah hadits bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata:
أنك لن تدع شيئا اتقاء الله إلا أعطاك الله خير منه
"Bahwasannya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah melainkan Allah akan memberikanmu sesuatu yang lebih baik darinya" .
(HR.Ahmad)
Sumber
http://taimiah.org/index.aspx?function=item&id=5626&node=17790
http://taimiah.org/index.aspx?function=item&id=5626&node=17790
Ibnu Romelih AlBonjeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar