Jumat, 21 Juni 2019

*DI ANTARA CIRI MURJIAH MENURUT SALAFUSHALIH

*DI ANTARA CIRI MURJIAH MENURUT SALAFUSHALIH*

Al-Harb bin ismail Al-Kirmani berkata dalam kitabnya "Kitab As-Sunnah"
'Telah menceritakan kepada kami ishaq dengan berkata: 'Mu'tamar telah mengabarkan kepada kami dari laits dari shahabatnya dari Al-Hasan (Al-Bashri) dengan berkata: 'Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
من قال أنا مؤمن حقا فهو منافق حقا
'Barang siapa yang mengatakan saya ada benar-benar seorang mukmin maka dia benar-benar munafiq'
(Hadits maqthu')

Al-Ajirii berkata dalam kitabnya As-Syari'ah
احذروا رحمكم الله قول من يقول إن إيمانه كإيمان جبريل وميكائيل ومن يقول: أنا مؤمن عند الله، وأنا مؤمن مستكمل الإيمان، هذا كله مذهب أهل الأرجاء
'Hindarilah-رحمكم الله- orang yang mengatakan : 'imannya seperti imannya jibril dan mikail' atau orang yang mengatakan: 'saya orang yang beriman disisi Allah' atau orang yang mengatakan: 'saya adalah orang beriman yang sempurna imannya'. Karena (ucapan-ucapan) ini adalah madzhab ahli murjiah.

Perkataan murjiah:
1- Saya mukmin(orang yang beriman)
2- Saya benar-benar mukmin.
3- Saya mukmin yang sempurna.

Adapun yang diperbolehkan.
1- Saya mukmin kepada Allah(meng idhofah-kan/menambah dengan kata "kepada Allah"/kepada  Rasul"
2- Saya mukmin - in syaa Allah-
(Dengan menambah - in syaa Allah/ bi idznillah)

Rabu, 19 Juni 2019

*HUKUM BERBEKAM SAAT PUASA

*HUKUM BERBEKAM SAAT PUASA*

Jumhur ulama berpendapat berbekam tidak lah membatalkan puasa.
Berdasarkan riwatat dari ibnu Abbas berkara:
أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم وهو محرم واحتجم وهو صائم
'Bahwa nabi صل الله عليه وسلم berbekam dan sedangkan dia sedang berihram dan beliau berbekam sedangkan beliau sedang berpuasa'.
(HR.Bukhori dan Ahmad)

Ulama hanabilah berpendapat berbekam membatalkan puasa, berdasarkan riwayat dari sayyad bin aus bahwa nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
أفطر الحاجم والمحجوم
'Orang yang berbekam dan yang dibekam batal puasanya'
(HR.Ahmad)

Jumhur ulama menanggapi hadits ini bahwa pada awalnya memang berbekam membatalkan puasa namun pada akhirnya hukumnya dinasakh(dihapus) berdasarkan hadits dari anas bin malik رضي الله عنه berkata:
أول ما كرهت الحجامة للصائم أن جعفر بن أبي طالب احتجم وهو صائم ، فمر به رسول الله - صلى الله عليه وسلم - فقال : أفطر هذان . ثم رخص النبي - صلى الله عليه وسلم - بعد في الحجامة للصائم . وكان أنس يحتجم وهو صائم
'Awalnya berbekam tidak dibenarkan bagi orang yang berpuasa dan Jafar bin abu thalib pernah berbekam dalam keadaan berpuasa, dan nabi صلى الله عليه وسلم lewat dan berkata: 'kedua orang ini telah batal puasanya'. Kemudian setelah itu nabi memberi rukhsah(membolehkan) berbekam bagi orang yang berpuasa. Dan anas berbekam sedangkan dia sedang berpuasa. (HR.Daruquthni).

Rabu, 12 Juni 2019

*Dien itu taqlid kepada salaf*

Harb bin isma'il Al-Hanzhali Al-Kirmani رحمه الله (Wafat 280 H) berkata:

والدين إنما هو كتاب الله عز وجل وآثار وسنن وروايات صحاح عن الثقات بالأخبار الصحيحة القوية المعروفة المشهورة. يرويها الثقة الأول المعروف عن الثاني الثقة المعروف. يصدق بعضهم بعضا حتى ينتهي ذلك إلى النبي صلى الله عليه وسلم أو أصحاب النبي رضوان الله عليهم أو التابعين أو تابعي التابعين أو من بعدهم من الأئمة المعروفين المقتدى بهم المتمسكين بالسنة والمتعلقين بالآثار لا يعرفون ببدعة ولا يطعن عليهم بكذب ولا يرمون بخلاف وليسوا بأصحاب قياس ولا رأي لأن القياس في الدين باطل والرأي كذلك وأبطل منه وأصحاب الرأي والقياس في الدين مبتدعة ضلال إلا أن يكون في ذلك أثر عمن سلف من الأئمة الثقات والأخذ بالأثر أولى.
ومن زعم أنه لا يرى التقليد ولا يقلد دينه أحدا فهذا قول فاسق مبتدع عدو لله ولرسوله صلى الله عليه وسلم ولدينه ولكتابه ولسنة نبيه عليه الصلاة والسلام.  إنما يريد بذلك إبطال الأثر تعطيل العلم وإطفاء السنة والتفرد بالرأي والكلام والبدعة والخلاف. فعلى قائل هذا القول لعنة الله والملائكة والناس أجمعين.

"Dien (agama) sesungguhnya adalah: 
hanya Kitabullah عز وجل, lalu atsar-atsar, sunnah-sunnah, dan riwayat-riwayat shahih yang berasal dari orang-orang yang tsiqah dengan khabar-khabar yang shahih, kuat, dikenal, dan masyhur, yang diriwayatkan oleh perawi yang satu yang tsiqah dan dikenal dari perawi lainnya yang juga tsiqah dan dikenal, yang saling membenarkan antara yang satu dengan yang lainnya dalam penukilan sampai terhenti khabarnya tersebut pada *Nabi صلى الله عليه وسلم*, atau *sahabat Nabi*, atau *tabi'in*, atau *tabi'uttaabi'in*, atau orang-orang yang setelahnya dari *para imam-imam yang dikenal, yang dijadikan panutan, yang berpegang teguh pada sunnah dan selalu bergantung pada atsar, dan yang tidak dikenal dengan bid'ah, tidak tertuduh berdusta, dan tidak tertuduh suka menyelisihi*, bukan para ahli qiyas yang fasid dan ra'yu yang tanpa dalil. Itu karena qiyas yang fasid dalam dien adalah batil, demikian pula ra'yu yang tanpa dalil bahkan lebih batil darinya. Sedangkan para ahli ra'yu yang tanpa dalil dan qiyas yang fasid dalam agama adalah: ahli bid'ah dan bodoh lagi sesat. Akan tetapi jika pada qiyas dan ra'yu tersebut didapati atsar dari para salaf dan imam-imam yang tsiqah, mengambil atsar adalah yang utama. Dan barangsiapa mengklaim bahwasannya tidak boleh taqlid (kepada para salaf) dan tidak boleh taqlid sama sekali pada urusan agamanya, maka klaimnya ini adalah pendapat orang fasiq, ahli bid'ah, musuh Allah, musuh rasul-Nya, musuh agama-Nya, musuh kitab-Nya, dan musuh sunnah Nabi-Nya عليه الصلاة والسلام. Sesungguhnya ia hanya menginginkan membatalkan atsar, menghapus ilmu, memadamkan sunnah, dan menyendiri dengan ra'yu, ilmu kalam, bid'ah dan khilaf. Semoga orang yang menganut pendapat ini mendapat laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia."

(Kitab As-Sunnah min Masaail Harb bin ismail Al-kirmani-Tahqiq Syaikh Adil bin abdillah Ali hamdan-cetakan pertama darullu'luah-hal:59-61)

Abu Sa'id 'Utsman bin Sa"id Ad-Darimi رحمه الله berkata:

قال شريح وابن سرين لن نضل ما تمسكنا بالأثر.

"Syuraih dan Ibnu Sirin berkata: 'kita tidak akan sesat selama kita berpegang teguh dengan atsar (salafusshalih)'." (An-Naqd halaman 298)

Al-Imam Ahmad berkata kepada muridnya Abu Al-Hasan Al-Maimuni:

إيّاكَ أن تتكلّمَ في مسألة ليس لكَ فيها إمام.

"Berhati-hatilah engkau untuk berbicara pada suatu permasalahan yang engkau tidak memiliki imam (dari salafusshalih) tentang hal tersebut." (Manaqib Ahmad karangan Ibnu Al-Jauzi.hal.178)

Abu bakar Al-Marrudzii رحمه الله (wafat 275 H) berkata:
وإنما نحن أصحاب اتباع وتقليد لأئمتنا وأسلافنا الماضين رحمهم الله لا نحدث بعدهم حدثا ليس في كتاب الله ولا في سنة رسوله ولا قاله إمام،
'Sesungguhnya kami adalah orang yang ittiba' dan taqlid(mengikuti) kepada imam-imam kami dari orang-orang sebelum kami yang terdahulu-semoga Allah merahmati mereka- dan kami tidak membuat perkara baru(bid'ah) setelah mereka yang tidak didapati didalam kitabullah(Al-Quran) dan tidak pula ada sunnah rasulnya dan tidak pula ada seorang imam(salafusshalih)pun yang melakukannya'.
(As-Sunnah karangan Al-Khallal)

https://books.google.co.id/books?id=chlKCwAAQBAJ&pg=PT109&lpg=PT109&dq=

Selasa, 11 Juni 2019

Ucapan mukaffiraat

*UCAPAN YANG MUKAFFIRAT (MENJATUHKAN KEPADA KEKUFURAN) MENURUT SALAFUSSHALIH*

Abu zaed Al-Qairawani (1) رحمه الله (Wafat 386 H) berkata dalam kitabnya-An-Nawwadir dalam bantahannya terhadap Ibnu habib:
كما جاء في الأثر:  الإيمان بالله والصلاة والزكاة والصوم والحج على المستطيع. فمن ترك واحدة منهن كان كافراً، ومن ترك سواهن من الأوامر، أو ركب ما نهي عنه فذلك ذنب إن شاء الله غفره أو عاقبه عليه.
وهذا الذي قال ابن حبيب في تكفير من أقر بفرض الزكاة أو الصوم وتركه عمداً أو تهاوناً حتى زال الوقت إنه كافر، فقول انفرد به. وقد أجمع الأئمة أنهم يصلون عليه، ويورث بالإسلام ويرث، ويدفن مع المسلمين. وما ذكر من الحديث فلم يذكر في الحديث في تارك الصلاة هل هو جحد أو تفريط ولا فسر الكفر. وفي إجماعهم على توبته والصلاة عليه ما يدل أنه لا يراد به الخروج من الإيمان كخروج المشرك بالله الجاحد له، والله أعلم.
وهذا قول الخوارج إلا من قال: لا أصلي فهذا قد رد ما دعا الله إليه عناداً. وهذا كقول أهل الردة لا نؤدي الزكاة. ومن رد على الله أمره أو على رسوله رداً مجرداً هكذا فلم يجب إلى دعوته، كما قال إبليس لا أسجد، فكان بذلك كافراً رجيماً وهو بخلاف من ترك ذلك تفريطاً وغرة ومعصية.

(Ibnu Habib berhujjah) bahwa sebagaimana yang terdapat dalam atsar (Rukun Islam) adalah beriman kepada Allah lalu menunaikan salat, zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu, barangsiapa meninggalkan salah satu dari hal ini, maka ia menjadi kafir, dan barangsiapa meninggalkan selain hal ini dari apa-apa yang diperintahkan atau mengerjakan apa-apa yang dilarang, maka dia hanya berdosa dengan dosa yang akan diampuni oleh Allah atau dia akan disiksa oleh-Nya atas dosa tersebut jika Dia menghendakinya. Pendapat Ibnu Habib ini tentang pengkafiran terhadap orang yang mengakui kewajiban zakat atau puasa akan tetapi meninggalkan pelaksanaannya karena sengaja atau menggampangkannya bahwa orang ini kafir, adalah pendapat yang menyendiri. Karena para imam telah bersepakat bahwa orang ini boleh dishalati, boleh diwarisi hartanya karena keislamannya, boleh mewarisi harta orang muslim, dan boleh dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Adapun hadits yang disebutkan oleh Ibnu Habib (yaitu hadits yang terkesan mengkafirkan orang yang sekedar meninggalkan salat) tidak terdapat padanya penjelasan tentang bagaimana orang itu meninggalkan salat, apakah dengan mengingkari kewajibannya atau hanya dengan sekedar kelalaian saja, dan tidak dijelaskan pada hadits itu maksud bagi kata 'kafir' itu. Sedangkan dalam kesepakatan para imam bahwa orang itu diterima taubatnya dan disalati terdapat petunjuk bahwa hadits itu tidak bermakna bahwa keluarnya orang yang sekedar meninggalkan salat dari keimanan seperti keluarnya orang yang menyekutukan Allah dan mengingkari-Nya dari keimanan, Allahu a'lam.

Dan pendapat (Ibnu Habib) ini adalah pendapat khawarij kecuali pendapat yang menetapkan kafirnya orang yang mengatakan (langsung dengan lisannya): 'Saya tidak akan salat,' maka (yang mengucapkan) seperti ini telah menolak seruan Allah kepadanya dengan penentangan. Dan ini seperti ucapan Ahli riddah (orang-orang murtad yang di perangi oleh Abu Bakar): 'Saya tidak akan menunaikan zakat.' Barangsiapa membantah perintah Allah atau perintah rasul-Nya dengan sekedar bantahan seperti ini dan tidak memenuhi seruannya, maka perkataannya sebagaimana perkataan iblis: 'Saya tidak akan sujud,' maka ia dengan (ucapan) tersebut menjadi kafir dan terkutuk.
Dan hal ini berbeda dengan orang yang hanya meninggalkannya karena lalai, tertipu atau bermaksiat (tanpa membantah dengan ucapan penolakan)."

(Dikutip dari kitab An-Nawadir wa Az-Ziyaadaat hal:538)👇🏻
https://books.google.co.id/books?id=O2BLCwAAQBAJ&pg=PA538&lpg=PA538&dq=

1- Ad-Dzahabi berkata dalam kitabnya-Siyaar-A'laam An-Nubalaa:
وَكَانَ -رَحِمَهُ اللهُ- عَلَى طَريقَةِ السَّلَفِ فِي الأُصُوْلِ، لاَ يَدْرِي الكَلاَمَ، وَلاَ يتَأَوَّلُ
'Beliau (Abu zaed Al-Qairawani) رحمه الله - mengikuti jalan salaf pada ushul(pokok-pokok dasar agama) dan tidak mengenal ilmu kalam dan tidak mentakwil'.
(Siyar a'laam An-Nubalaa-ibnu abi zaed-Juz 17)

Dan disebutkan dalam kitab -As-Sunnah karangan Abdullah bin Al-Imam ahmad dan As-Sunnah karangan Al-khallal dan Syarh ushul i'tiqad ahlisunnah waljamaa'ah karangan Al-Laalikaai)
عن مَعْقِلُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الْعَبْسِيُّ، قَالَ: قَدِمَ عَلَيْنَا سَالِمٌ الْأَفْطَسُ بِالْإِرْجَاءِ، فَنَفَرَ مِنْهُ أَصْحَابُنَا نِفَارًا شَدِيدًا ... فَجَلَسْتُ إِلَى نَافِعٍ فَقُلْتُ لَهُ: ... إِنَّهُمْ يَقُولُونَ: نَحْنُ نُقِرُّ بِالصَّلَاةِ فَرِيضَةً وَلَا نُصَلِّي، وَإِنَّ الْخَمْرَ حَرَامٌ وَنَحْنُ نَشْرَبُهَا، وَإِنَّ نِكَاحَ الْأُمَّهَاتِ حَرَامٌ وَنَحْنُ نُرِيدُهُ، فَنَتَرَ يَدَهُ مِنْ يَدِي وَقَالَ: مَنْ فَعَلَ هَذَا فَهُوَ كَافِرٌ.
'Dari Ma'qil bin Ubaidillah Al-Absiyy dengan berkata: 'Salim Al-Afthas datang kepada kami dengan membawa paham murjiah maka shahabat-shahabat (ahli ilmu) kami benar-benar lari menjauhinya....
(Dan Ma'qil berkata): 'aku pernah duduk dimajlis nafi' (murid ibnu umar رضي الله عنه) dan aku berkata kepadanya:..'sesungguhnya mereka mengatakan: 'kami mengakui shalat itu wajib tapi kami tidak shalat dan kami tahu bahwa khamer itu haram namun kami meminumnya dan bahwa menikahi ibu-ibu kami haram namun kami menginginkannya'.
Maka  tiba-tiba tangan nafi' melepas genggamannya dari tanganku(seperti orang yang kaget marah) dan berkata: 'barangsiapa yang melakukan (mengucapkan) hal ini maka dia kafir.

Senin, 10 Juni 2019

KEKELIRUAN MEMAHAMI HADITS

*KEKELIRUAN MEMAHAMI HADITS*

Sebagian orang keliru dalam memahami hadits tentang bolehnya makan dan minum meskipun sudah terdengar azan shubuh.
Yaitu pada hadits Abu hurairah رضي الله عنه, bahwa rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata :

إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
"Jika salah seorang dari kalian mendengar azan sedangkan wadah (gelas, piring atau sendok) masih ada di tangannya,maka janganlah meletakkannya sehingga dia memenuhi hajatnya tersebut (menghabiskan sampai selesai).'
(HR.Abu dawwud)

Sedangkan Allah عز وجل telah memberi batas mulai puasa adalah terbitnya fajar (shubuh)sebagaimana firmannya:

وَكُلُوا۟ وَٱشۡرَبُوا۟ حَتَّىٰ یَتَبَیَّنَ لَكُمُ ٱلۡخَیۡطُ ٱلۡأَبۡیَضُ مِنَ ٱلۡخَیۡطِ ٱلۡأَسۡوَدِ مِنَ ٱلۡفَجۡرِۖ
'Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar(shubuh)'.
[Surat Al-Baqarah 187]

Pertanyaan: 'Apakah hadits diatas bertentangan dengan ayat atau sebagai pembatas dari kemutlakkan ayat?'

Jawab:
'Hadits di atas tidaklah bertentangan dengan ayat dan bukan pula sebagai pembatas dalil ayat dengan beberapa alasan berikut:

1- Hadits tersebut tidak sama sekali pada matannya yang menunjukkan tentang puasa.
Mungkin saja konteks haditsnya bukan saat sahur tapi pada waktu sedang menyantap hidangan lalu terdengar azan, apakah segera shalat atau boleh terus makan.
Dan jawabannya adalah terus makan dan minum sampai tuntas dan baru berangkat shalat berjamaah dimasjid.

2- Dalam hadts tersebut tidak menyebutkan azan shubuh, bisa saja azan magrib, isya atau azan pertama sebelum shubuh, karena merupakan sunnah untuk azan sebelum masuk azan shubuh.
Sebagaimana dalam hadits riwayat Ibnu umar dan aisyah رضي الله عنهما berkata:

أَنَّ بِلالا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ، فَإِنَّهُ لا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ )
'Bahwa bilal azan diwaktu malam (sebelum shubuh) lalu nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: '(tetaplah) makan dan minumlah kalian sehingga terdengar azan ibnu ummi maktum, karena sesungguhnya dia (ibnu ummi maktum) tidak lah azan kecuali telah terbit fajar(masuk shubuh)'.
(Mutaffaq 'Alaihi)

3- Dan hal ini yang dipahami oleh para ulama mutaqaddimin (terdahulu).
Sebagaimana Abu Sulaiman Al-Khatthabi (wafat 388 H) yang berkata:
هذا مبني على قوله عليه الصلاة والسلام على أن بلالا يؤذن بليل فكلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم.
'(Hadits abu hurairah) ini berdasarkan sabda nabi عليه والصلاة والسلام yang menjelaskan bahwa bilal azan dimalam hari, maka makan dan minumlah sehingga terdengar azan ibnu ummi maktum'.
(MirqatulMafaatih Fi Syarh Al-MisykatulMashabih LiMuhammad Al-Khatib At-Tibrizi(Wafat 741 H) Juz.4 .kitab Ashoum. Syarah hadits no :1988).

Al-Baihaqi (Wafat 458 H)  falam kitab sunannya-Bab kitab Shiyaam-Juz 4 berkata:
وهذا إن صح محمول عند عوام أهل العلم على أنه صلى الله عليه وسلم علم أنه ينادي قبل طلوع الفجر
'Hadits ini jikalah shahih maka ditafsirkan menurut mayoritas ahli ilmu bahwa rasulullah صلى الله عليه وسلم (membolehkan hal tersebut) pada azan sebelum shubuh.'

3- Jumhur ulama menyatakan mengatakan bahwa orang yang mengetahui telah masuk waktu shubuh namun dia menyengaja makan maka batal puasanya.

An-Nawawi dalam kitabnya Majmu' Syarh Al-Muhaddzab-Kitab As-Shaum.6/322.
ذكرنا أن من طلع الفجر وفي فيه طعام فليلفظه ويتم صومه ، فإن ابتلعه بعد علمه بالفجر بطل صومه ، وهذا لا خلاف فيه..
'Telah kami sebutkan bahwa seseorang yang tahu bahwa telah terbit fajar dan pada mulutnya ada makanan maka dia harus melepehkannya lalu menyempurnakan puasanya, jika dia menelannya setelah dia tahu akan fajar(masuk shubuh) maka batal puasanya, perkara ini tidak ada khilaf padanya(Ijma)'.

Ibnu Hazm Al-Andalusi(Wafat 456 H) berkata dalam kitabnya Al-Muhallaa-Kitab As-Shiyaam-Juz 4:
فمن رأى الفجر وهو يأكل فليقذف ما في فمه من طعام أو شراب ، وليصم ، ولا قضاء عليه
'Barang siapa yang melihat fajar (masuk shubuh) sedang dia sedang makan, dia harus memuntahkan apa yang ada dimulutnya dari makanan atau minuman maka tidak ada qhadha baginya'.

والله أعلم

Selasa, 04 Juni 2019

*ITTIBA' AL-IMAM AHMAD DENGAN MENGAMALKAN ILMU YANG DIKETAHUINYA DARI NABI صلى الله عليه وسلم.*

*ITTIBA' AL-IMAM AHMAD  DENGAN MENGAMALKAN ILMU YANG DIKETAHUINYA DARI NABI صلى الله عليه وسلم.*

Ibnu muflih bin Muhammad Al-Maqdisi Al-Hanbali (Wafat 763 H) menyebutkan dalam kitabnya-Al-Adaab As-Syar'iyyah:
https://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=43&ID=189

وقال الخلال ثنا المروذي قال : قال لي أحمد ما كتبت حديثا عن النبي صلى الله عليه وسلم إلا وقد عملت به حتى مر بي في الحديث أن النبي صلى الله عليه وسلم { احتجم وأعطى أبا طيبة دينارا } ، فأعطيت الحجام دينارا حين احتجمت .
'Dan Al-Khallal (1) رحمه الله berkata: 'Al-Marruudzi (2) telah menceritakan kepada kami dengan berkata: '(Al-Imam) Ahmad berkata kepadaku: *'Tidaklah aku menulis satu hadits dari Nabi صلى الله عليه وسلم melainkan aku sudah mengamalkannya, sampai (pernah) terlintas kepadaku suatu hadits bahwa {nabi صلى الله عليه وسلم berbekam dan memberikan Abu thaibah satu dinar}, maka ketika aku berbekam aku berikan kepada tukang bekam satu dinar.'*

1- Al-Khallal (Wafat 311 H) dia adalah Abu bakar ahmad bin muhammad Al-Khallal.
Al-Khatib Al-Bagdaadi(Wafat 463 H) dalam kitabnya -Tarikh Bagdaad-berkata :
جمع الخلال علوم أحمد وتطلّبها وسافر لأجلها وكتبها وصنّفها كتبا لم يكن أحد أجمع لذلك منه
'Al-Khallal mengumpulkan ilmu-ilmu  Al-Imam ahmad dan berusaha mencari serta safar untuk memperolehnya dan dia menulis serta mengarang kitab-kitab (tentang ilmu-ilmu Al-Imam Ahmad) yang tidak didapati seorangpun yang lebih sangat mengumpulkannya tentang hal itu (ilmu-ilmu Al-Imam ahmad) selain dia(Al-khallal).'
2- Al-Marruudzi (Wafat 275 H) dia adalah Abu bakar Al-Marruudzi, murid senior Al-Imam ahmad seorang faqih dan ahli hadits dan kokoh dalam mengikuti sunnah.

Senin, 03 Juni 2019

*12 SUNNAH-SUNNAH & ADAB HARI RAYA*

*12 SUNNAH-SUNNAH  & ADAB HARI RAYA*

1- Berpenampilan yang bagus dan indah.

Al-Imam Al-Bukhori رحمه الله membuat suatu bab dalam kitabnya dengan judul At-Tajammul fi Al-‘Idain (berpenampilan bagus dalam dua hari raya), dan beliau membawakan hadits dari Abdullah bin Umar رضي الله عنهما berkata:

أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا، فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ابْتَعْ هَذِهِ، تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ َلا خََلاقَ لَهُ. فَلَبِثَ عُمَرُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَلْبَثَ، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِجُبَّةِ دِيبَاجٍ، فَأَقْبَلَ بِهَا عُمَرُ، فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ قُلْتَ إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ َلا خََلاقَ لَهُ، وَأَرْسَلْتَ إِلَيَّ بِهَذِهِ الْجُبَّةِ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : تَبِيعُهَا أَوْ تُصِيبُ بِهَا حَاجَتَكَ.
*Abdullah bin Umar berkata: “Umar bin Khathab melihat pakaian dari sutra yang dijual di pasar, lalu Umar mengambilnya dan membawanya kepada Rasulullahصلى الله عليه وسلم. Kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau beli kain ini lalu engkau kenakan pada hari raya dan apabila ada utusan datang kepada engkau.” Beliau bersabda, “Yang mengenakan pakaian ini hanyalah orang yang tidak mendapatkan bagian di akhirat.” Lalu Umar terdiam beberapa lama. Kemudian Rasulullah mengirimkan kepadanya sehelai jubah dari sutra. Lalu Umar berkata, “Wahai Rasulallah, engkau telah bersabda bahwa ini adalah pakaian orang yang tidak memiliki bagian di akhirat, dan engkau mengirimkan jubah ini kepadaku?” Rasulullah bersabda, “Aku memberikan kepadamu untuk kamu jual atau engkau pergunakan untuk memenuhi kebutuhanmu.”*
[Shahih Al-Bukhori No. 948]

Ini adalah dalil bahwa kebiasan berhias atau berpenampilan yang indah pada hari raya adalah kebiasaan pada masa Nabi صلى الله عليه وسلم.

Ibnu Qudamah berkata dalam kitabnya Al-Mughni:
قال مالك: سمعت أهل العلم يستحبون الطيب والزينة في كل عيد.
"Telah berkata (Al-Imam) Malik:  "aku mendengar dari para ahli ilmu bahwa mereka menganggap sunnah memakai wewangian dan berhias pada setiap hari raya".

Sa'id bin Musayyab رحمه الله berkata:
سنة الفطر ثلاث : المشي إلى المصلى ، والأكل قبل الخروج ، والاغتسال
"Sunnah fitrah(untuk ied) ada 3 : 'Jalan kaki ke tempat shalat(lapangan) dan makan sebelum berangkat (ke tempat shalat) serta mandi'."

2. Mandi sebelum keluar rumah.

Didalam kitab Al-Muwattho karangan Al-Imam Malik رحمه الله disebutkan
عَنْ نَافِعٍ: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رضي الله عنه كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى.
Dari Nafi':  'Bahwa  Abdullah bin umar رضي الله عنه mandi pada hari raya idul fitri sebelum berangkat ke tempat shalat".
[Al-Muwattha' Li Al-Imam Malik .384]

3- Menyegerakan makan sebelum shalat idul fitri dan mengakhirkan makan sampai selesai shalat idul 'Adha.

Dari Anas bin Malik رضي الله عنه berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم َلا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ. ويأكلهن وِتراً.
*"Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidaklah berangkat (untuk shalat) pada hari raya idul fithri sehingga dia makan beberapa kurma".*
[Shahih Al-Bukhari No.953]

Dari Abdullah bin Buraidah رضي الله عنه dari ayahnya berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم َلا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ، وََلا يَطْعَمُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ.
*Nabi صلى الله عليه وسلم tidak keluar(untuk shalat) pada hari idul fitri sehingga dia makan dan beliau tidak makan pada hari idul adha sehingga dia telah shalat".*
[Shahih Sunan Tirmidzi No.542]

4. Haram berpuasa pada hari ied (raya)

Dari Abu sa'id Al-Khudri رضي الله عنه dari nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
لا صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ: الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى.
*"Tidak ada puasa pada dua hari: idul fitri dan idul adha".*
[Shahih Al-Bukhori.1197]

Al-Imam ibnu Jarir At-Thabari (Wafat 310 H) berkata:
بأن الإجماع منعقد على تحريم صوم يوم العيد..
"Bahwa telah terjadi Ijma' atas haramnya berpuasa pada hari ied(raya).."
[FathulBaari syarah shahih Al-Bukhari]

5- Shalat ied di lapangan terbuka dan bukan di masjid.

Dari Abu sa'id Al-Khudri رضي الله عنه
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى..
*"Nabi صلى الله عليه وسلم keluar (untuk shalat ied) pada hari raya idul fitri dan idul adha ke tempat shalat (lapangan).."*
[Mutaffaq 'Alaihi]

Ibnu Al-Hajj Al-Maliki berkata dalam kitabnya "Al-Madkhal":
"Dan sunnah yang terdahulu dalam shalat 2 hari raya adalah di mushalla (lapangan terbuka) karena nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

صََلاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صََلاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إَِلا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
*Shalat di masjidku ini lebih baik dari 1000 kali shalat di masjid selainnya, kecuali masjidilharam".*
dan meskipun (shalat dimasjid nabawi) ada keutamaan yang agung, nabi صلى الله عليه وسلم keluar dan tidak shalat padanya, maka ini adalah dalil jelas akan kuatnya perintah untuk keluar ke lapangan untuk shalat dua hari raya, maka ini adalah sunnah dan mengerjakan shalat ke duanya (idhul fitri dan idhul adha) di masjid adalah bid'ah kecuali ada darurat yang mendesak untuk melakukannya, maka ini tidak bid'ah."

6- Berpagi-pagi sekali berangkat ke tempat shalat(lapangan)

Dari Nafi' berkata:
كان ابن عمر يصلي الصبح في مسجد رسول الله صلى الله عليه وسلم، ثم يغدو كما هو إلى المصلى
"Ibnu umar shalat shubuh di masjid rasulullah صلى الله عليه وسلم kemudian dia berangkat saat itu pula (setelah shalat shubuh) ke tempat shalat (lapangan)".
[Mushannaf ibnu abi syaibah.Juz 1.Hal 69. Dengan sanad yang hasan]

Al-Imam Al-Baghawi:
يُستحب أن يغدوَ للناس إلى المصلى بعدما صلَّوا الصبح لأخذ مجالسهم
"Di anjurkan bagi manusia untuk berangkat pagi-pagi ke tempat shalat (lapangan) setelah shalat shubuh untuk mengambil tempat duduk mereka".
[Syarh As-Sunnah Al-Baghowi.Juz 4. Hal.302]

7- Berangkat ke tempat shalat dengan berjalan kaki.

Dari Abdullah bin Umar رضي الله عنهما berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يخرج إلى العيد ماشيًا، ويرجع ماشيًا
*'Rasulullah صلى الله عليه وسلم keluar shalat ied dengan berjalan kaki dan pulang dengan berjalan kaki".*
[Shahih ibnu Majah. No.1071]

8- Berangkat ketempat shalat dari satu jalan dan pulangnya dari jalan lain.

Dari Jabir bin Abdullah رحمهما الله berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا كان يوم عيدٍ خالفَ الطريق
*"Nabi صلى الله عليه وسلم apa bila (shalat) pada hari ied, beliau membedakan jalan (berangkat dan pulang)."*
[HR.Bukhari.986]

9- Mengeraskan takbir ketika berangkat ke tempat shalat sampai datang imam memulai shalat ied.

Telah meriwayatkan Ad-Daruquthni:
أن ابن عمر كان إذا غدا يوم الفطر ويوم الأضحى يجهر بالتكبير حتى يأتي المصلى، ثم يكبر حتى يأتي الإمام
"Bahwa ibnu umar  apabila berangkat (shalat) pada hari raya idul fitri dan idul adha beliau mengeraskan takbir sehingga datang ke tempat shalat kemudian beliau bertakbir (lagi) sehingga datang imam".
[Di shahihkan oleh Al-Bani dalam kitabnya Irwa Al-Ghalil.Juz 3. Hal.122. No.650]

10- Mengajak para wanita dan anak-anak mendatangi tempat shalat (lapangan)

Dari Ummu 'Athiyah رضي الله عنها berkata:
كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ
*"Pada hari Raya Ied kami diperintahkan untuk keluar sampai-sampai kami mengajak para anak gadis dari kamarnya & juga para wanita yg sedang haid. Mereka duduk di belakang barisan kaum laki-laki & mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, & berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki dgn mengharap barakah & kesucian hari raya tersebut.”*
[HR. Bukhari. No.918]

11- Shalat 2 rakaat dirumah selesai shalat ied.

Dari Abu sa'id Al-Khudri رضي الله عنه  berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يصلى قبل العيد شيئا فإذا رجع إلي  منزله صلى ركعتين
*"Nabi صلى الله عليه وسلم tidak shalat (sunnah) sebelum ied sedikitpun namun apabila beliau kembali kerumahnya (setelah shalat ied) beliau shalat 2 rakaat."*
[HR.Ibnu majah.(1293-1283), Al-Hakim.(1038), Ahmad(11006-10842), Al-Baihaqi.(5746) dan ibnu Khuzaimah.(1392-1388). Musnad abu Ya'la. (1339-1347)].

12- Tidak mengapa mengucapkan selamat dan berjabat tangan selesai shalat ied.

Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitabnya Al-Mugni pada pasal 1440 kitab Al'Idain riwayat dari Al-Imam Ahmad
وقَالَ الإمام أَحْمَدُ رحمه الله : وَلا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك
"Dan Al-Imam Ahmad رحمه الله berkata: "tidak mengapa seseorang mengucapkan ke yang lainnya "TAQHABBALLAHU MINNA WA MINKUM-semoga Allah menerima (amal ibadah) kami dan kalian".

Syaikh Ibnu Utsaimin ketika ditanya tentang hukum bersalam-salaman, berpelukan dan mengucapkan selamat pada hari raya? Beliau menjawab:

"هذه الأشياء لا بأس بها ؛ لأن الناس لا يتخذونها على سبيل التعبد والتقرب إلى الله عز وجل ، وإنما يتخذونها على سبيل العادة ، والإكرام والاحترام ، ومادامت عادة لم يرد الشرع بالنهي عنها فإن الأصل فيها الإباحة" اهـ .
"Perkara-perkara ini tidak mengapa melakukannya, karena orang-orang tidak menjadikan hal tersebut bentuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allahعز وجل akan tetapi mereka hanya menjadikannya sebagai adat kebiasaan dan bentuk penghormatan dan pemuliaan, dan selama hal itu adalah adat dan tidak ada larangan dari syariat ini maka hukum asalnya adalah mubah".-selesai-
[Kumpulan fatwa-fatwa ibnu utsaimin. 16/208-210]

Dinukil dari beberapa sumber.
Disusun oleh:  Abu rafah