Kamis, 29 Maret 2018

Kun yah

*kunyah*
Hukum kunyah berdasarkan pendapat yang rajih adalah sunnah sebagaimana AlImam bukhori رحمه الله meletakkan bab tentang kunyah dalam kitabnya Adab mufrad dan ibnu Qoyyim رحمه الله dalam kitab tuhfatulwadud fii ahkaamilmaulud membuat pasal tentang kunyah, dan tentang sunnahnya kunyah ini sunnah ditegaskan oleh Syaikh Abdurrazzaq bin muhsin AlBadr حفظه الله

Beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang kunyah

1- Kunyah adalah panggilan yang diawali "Abu atau "Ummu".

2- Kunyah bisa juga untuk orang kafir, fasiq jika tidak dikenal kecuali namanya dan jika pada namanya ada hal yang menyelisihi syariat, maka orang ini dipanggil dengan kunyahnya.
Sebagaimana Allah Ta'alaa berfirman:
(ِ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ)
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia"
[Surat Al-Lahab 1]
Imam Nawawi رحمه الله menyebutkan bahwa penyebutan dengan kunyah Abu Lahab karena buruknya nama aslinya Abu lahab yaitu "Abdul'uzza" (hamba uzza)
3- Kunyah tidak harus dengan nama anaknya, boleh kunyah dengan nama benda mati atau hewan, sebagaimana  kunyah "Abu turab"(bapak debu) kepada Ali bin Abu thalib dan "Abu Hirr" atau "Abu hurairah"(bapak kucing)

4- kunyah tidak harus dengan nama anak sendiri.
Contoh abu bakar رضي الله عنه, padahal beliau tidak memiliki anak bernama "Bakar"

5- Kunyah tidak harus dengan nama anak yang paling besar, meskipun hal ini lebih utama,
Sebagaimana dalam shahih Abu Daud bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertanya kepada Hani رضي الله عنه tentang anak-anaknya, kemudian Hani menjawab "Syuraih, Muslim dan Abdullah, kemudian beliau menanyakan "siapa yang paling besar?", kemudian Hani menyebutkan "Muslim" kemudian beliau berkata, 
فأنت أبو شريخ
"Maka kamu adalah Abu Suraih"

6- Boleh kunyah dengan nama anak perempuan, sebagaimana Shahabat Nabi yang bernama Abu Dardaa dan istrinya Ummu Dardaa رضي الله عنهما

7- Boleh memiliki kunyah lebih dari satu dari beberapa nama anaknya sebagaimana Ustman bin Affan رضي الله عنهmemiliki beberapa kunyah yaitu, Abu amr, Abu Abdullah dan Abu Laila(anak perempuannya)

8- Orang yang tidak punya anak boleh memiliki kunyah, sebagaimana Aisyah رضي الله عنها diberi kunyah dengan "Ummu Abdillah"

9- Boleh kunyah sebelum menikah atau ketika dikandungan dan belum lahir, sebagaimana Abdullah bin Mas'ud رضي الله عنه berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberikan dia Kunyah "Abu Abdurrahman" padahal dia belum lahir.
Dan imam AlBukhori membuat satu bab dalam kitab Adab Mufrod "Bab kunyah sebelum dia dilahirkan"

10- tidak mengapa memberi kunyah kepada anak kecil atau balita,
Sebagaimana dalam riwayat muslim bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم menamai saudaranya Anas bin Malik yang masih menyusui dengan "Abu Umair"

والله أعلم

DAKWAH TAUHID BUKTI ITTIBA'

*Diantara konsekuensi ittiba' Rasul adalah berdakwah Tauhid*

Firman Allah تعالى
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ)
Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”
[Surat Yusuf 108]

هي من جهة أنه بين فبها طريقة النبي صلى الله عليه وسلم وهو أنه يدعو إلى توحيد الله بالعبادة، وأن أتباعه يسلكون طريقه في هذا الأمر وأن من لم يدع إلى الله وهو يستطيع الدعوة فإنه لم يحقق إتباع للرسول بل اتباعه فيه نقص عظيم

"Ayat ini dari sisi lain menjelaskan bahwa jalan Nabi صلى الله عليه وسلم adalah berdakwah agar Allah di esakan didalam beribadah dan bahwa para pengikutnya adalah orang-orang yang menempuh jalan pada perkara ini (Dakwah tauhid) dan bahwasannya orang yang tidak berdakwah ke jalan Allah padahal dia mampu maka dia belum merealisasikan ittiba'(mengikuti) Rasul akan tetapi ittiba' nya ada kekurangan yang besar."

(Syarah kitab Tauhid Syaikh.Dr. Manshur ashoq'ub)

Selasa, 06 Maret 2018

ISTRI IZIN PUASA(WAJIB FAURI)

*"SEORANG ISTRI MEMINTA IZIN KEPADA SUAMINYA UNTUK BERPUASA"*

Syaikh Abu malik حفظه الله تعالى berkata:
لايجوز للمرأة أن تصوم صيام تطوع في حضور زوجها بغير إذنه، لحديث أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال
"Tidak boleh bagi seorang wanita berpuasa sunnah ketika bersama suaminya tanpa izinnya, berdasarkan hadits Abu Hurairah, dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاتصوم المرأة وبعلها شاهد إلا بإذنه
"Janganlah seorang istri berpuasa, sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan izinnya"
(HR.Bukhori dan Muslim)
وسبب هذا أن الزوج له حق الاستمتاع بها في كل الأيام، وحقه منه واجب على الفور،  فلا يفوته بتطوع ولا بواجب على التراخي
"Sebabnya ini adalah, karena suami memiliki haq bersenang-senang dengannya pada setiap harinya, dan haqnya(suami) adalah kewajiban fauri(yang harus dilaksanakan segera), maka tidak bisa luput (wajib fauri) ini dengan ibadah sunnah dan juga wajib tarakhi(kewajiban yang masih bisa diundurkan pelaksanaannya)".

(Shohih Fiqih Sunnah, jilid 2, kitab AsShiyaam.hal 141, Cetakan Dar AtTaufiqiyah)

Minggu, 04 Maret 2018

Pembagian wala dan baraa

*PEMBAGIAN WALA DAN BARAA*
أيها المؤمنون ، اعلموا أن واجب الولاء والبراء ، والموالاة والمعاداة في الله – جل وعلا – ينقسم بحسَب الناس إلى ثلاثة أقسام :
Wahai orang-orang yang beriman, ketahuilah bahwa wajib berwalaa dan Baraa- Adapun Berloyalitas dan memusuhi karena Allah-جل وعلى terbagi menjadi 3 bagian sesuai keadaan manusia.
القسم الأول : من تجب موالاته على الإطلاق :
*Kelompok pertama* : orang yang wajib berloyalitas kepadanya secara mutlaq
وهذا القسم هو من تجب موالاته مطلقًا ، أي يجب حُبُّه ؛ لِمَا معه من الإيمان ، وتجب نُصْرَتُه لِمَا معه من الإيمان والتوحيد الكامل ؛ فإن العبد إذا كان مكمِّلًا للإيمان مكملًا للتوحيد ؛ فإنه يجب حبه وتجب نُصْرَتُه على وجه الكمال ، ويجب ولاؤه ولاءً مطلقًا ، وهؤلاء هم الذين كمَّلوا الإيمان والتوحيد .
Bagian ini adalah kelompok yang wajib berloyalitas secara mutlaq, maksudnya wajib mencintainya karena keimanannya yang ada padanya, dan wajib membelanya karena keimanan dan tauhid yang sempurna yang ada padanya,
Maka sesungguhnya seorang hamba jika dia orang yang menyempurnakan iman dan Tauhid, maka wajib mencintainya dan wajib membelanya dalam bentuk yang sempurna dan wajib loyal kepadanya dengan loyalitas yang mutlaq, dan mereka adalah orang-orang yang menyempurnakan iman dan tauhid"
فإذن أهل هذه المرتبة هم المؤمنون الصالحون الذين يُحَبون مطلقًا ويوالَوْن مطلقًا .
Mereka yang dalam kedudukan seperti ini adalah orang-orang beriman lagi sholih yang wajib dicintai dan diloyalitasi secara mutlaq.

القسم الثاني : من يُوالَى من جهةٍ ويُتَبَرَّأُ منه من جهةٍ :
*Kelompok kedua*: 
orang yang kita berloyal dari satu sisi dan berbaraa(berlepas diri) dari satu sisi
وهم الذين خلطوا عملًا صالحًا وآخرَ سيِّئًا ، يعني : أتَوْا بالإيمان ولكن عندهم ذنوب من الكبائر ومن أنواع المعاصي ؛ فإن هؤلاء إذا نُظر إلى إيمانهم وتوحيدهم فإنهم يُحَبون من هذه الجهة ، ويُوَالَوْن لِمَا معهم من الإيمان ، وإذا نُظر إلى معصيتهم وكبائرهم فإنهم يُبْغَضُون من هذه الجهة .
Mereka adalah orang- orang yang mencampur amal sholih dan terkadang berbuat buruk, yakni mereka beriman namun disisi mereka masih terdapat dosa-dosa dari dosa besar atau maksiat, maka mereka dilihat keimanan dan tauhid mereka dan dari sisi inilah mereka dicintai dan berloyalitas dengan apa-apa yang mereka miliki dari iman, dan dilihat dari maksiat dan dosa besar mereka dari sisi inilah mereka dibenci
فيجتمع في المؤمن وُجُوبًا أن يُحَب من جهة ، وأن يُبْغَض من جهة ، حتى المؤمن في نفسه يجب أن يُحِبَّ إيمانَه وأن يُبْغِضَ معصيتَه ، وأن يُوَالِيَ نفسَه ويَنصرها على ما معها من الإيمان ، وأن يَخْذُل نفسه إذا أمرتْه بالسوء والفحشاء .
maka bagi seorang mukmin(pada orang seperti ini) berkumpullah kewajiban mencintai dari satu sisi dan membenci dari satu sisi, sampai seorang mukmin sendiri wajib mencintai keimanan pada dirinya dan maksiatnya sendiri serta loyal dan mencintai jiwanya dari yang iman yang ia miliki dan membenci jiwanya apabila memerintahkan kepada yang buruk dan kekejian

القسم الثالث : من يُتَبَرَّأ منهم مطلقًا :
*kelompok yang ke-3*:  orang yang kita wajib berlepas diri darinya secara mutlaq
وهم الكفرة والمنافقون نِفاقًا أكبر والمشركون بجميع أجناسهم ؛ فإن هؤلاء يُتَبَرَّأ منهم مطلقًا ، ومعنى البَرَاء : أنهم يُبْغَضُون ، وأنهم يُبْتَعد منهم ، كما قال عليه الصلاة والسلام : « أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ » . قالوا : لمَ يا رسولَ الله ؟ قال : « لَا تَراءَى نَارَاهُمَا » ( [3] ) . يعني أن يُبْعَدَ عنهم بحيثُ إن مسكنه لا يقارب مسكنه ، وهذا على التشديد في هذا الأمر .
Mereka adalah orang- orang kafir, munafiq nifaq akbar dan orang-orang musyrik dengan segala jenisnya; maka wajib Baraa (berlepas diri) terhadap mereka secara mutlaq, dan makna Baraa adalah:  bahwa mereka dibenci dan dijauhi sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
"Aku berlepas diri kepada setiap orang muslim yang tinggal bersama orang-orang musyrik". Para shahabat bertanya, "mengapa ya rasulallah?" Beliau menjawab, "agar keduanya (muslim dan kafir) tidak saling berdekatan"
Maksudnya agar seorang muslim menjauhi mereka sehingga tempat tinggalnya tidak berdekatan dengan tempat tinggalnya(sikafir), dan ini adalah perintah yang sangat kuat".

...
وأما القسم الثالث فهو الذي ابتُلينا به في هذا العصر الحاضر من جراء كثرة اختلاطنا بالكفرة والمشركين ؛ في البيوت ، وفي الأعمال ، وفي الأسفار وفي غير ذلك ، فواجبٌ أن تَعْلَم أن قلب المشرك والنصراني واليهودي قد حَمَل عقيدة الشرك بالله ، وحمل بُغْضَ الله – جل وعلا – في المآل ؛ لأنه مشرك بالله جل وعلا ؛ فواجب أن ننتصر لله جل وعلا ، وأن نُبْغِضَه في الله جل وعلا ، فلا نستأنس به ولا نُوَادُّه ولا نجلس معه جلوس المستأنِس ؛ فإن ذلك مُحَرَّمٌ ؛ لأن هذا نوع من الموالاة المحرَّمة ، نعم إن التعامل الظاهري يختلف في حكم الشريعة مع العقيدة الباطنة ؛ فإن النبي – عليه الصلاة والسلام – خاطب النصارى وتعامل مع اليهود وخاطب أصناف المشركين وتعامل معهم ببيع وشراء ، ولكن هذا لا يعني الموالاة ، ولا يعني التقدير والإجلال أو الحب لأمر الدنيا ؛ فإن الحب واجب أن يُطَّرَح فيُعامَل غيرُ المسلم ظاهرًا بما فيه مصلحة الإسلام والمسلمين ومصلحة الشخص في دنياه .

Dan kelompok yang ke-3 inilah yang menimpa kita pada masa ini dari banyaknya kita bercampur baur dengan orang-orang kafir dan musyrik baik dirumah, dipekerjaan, ketika safar dan selainnya,
Maka wajib engkau mengetahui bahwa hati orang musyrik, Nasrani dan yahudi telah membawa aqidah syirik kepada Allah dan membawa kebencian Allah-جل وعلا- pada tempat kembalinya; karena dia musyrik kepada Allah جل وعلا;  maka wajib membela Allah جل وعلا dan wajib membencinya karena Allah dan jangan berlama-lama dengannya dan berkasih sayang dengannya dan jangan duduk bersamanya dengan pemperpanjang duduk; maka hal itu dilarang; karena ini adalah bentuk loyalitas yang diharamkan,
Ya tentu saja bermuamalah secara zhohir berbeda secara hukum syar'i dengan aqidah bathin;  maka Nabi عليه الصلاة والسلام berbincang dengan Nasrani dan bermuamalah dengan yahudi dan juga berbincang dengan orang-orang musyrik serta bermuamalah dengan mereka dalam jual beli, akan tetapi ini bukan berarti berwala terhadap mereka dan bukan berarti menghormati dan mengagungkan mereka atau kecintaan karena perkara dunia; maka kecintaan (terhadap kafir) wajib untuk dicampakkan,
maka (boleh) bermuamalah kepada selain muslim secara zhohir untuk hal-hal yang terdapat kemashlahatan bagi islam dan kaum muslimin dan juga mashlahat seseorang pada perkara dunianya".

Dikutip dari khutbah Syaikh Sholih bin Abdul Aziz Alu Syaikh حفظه الله تعالى
http://salehalshaikh.com/wp2/?p=791

Khouf

*Khouf*

Allah تعالى berfirman
إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ)
Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu orang-orang beriman.
[Surat Ali 'Imran 175]

Di antara Tauhid uluhiyyah (ibadah) yang harus kita palingkan hanya kepada Allah adalah Khouf "Takut"

Ayat diatas menjelaskan bahwa diantara bukti dari keimanan seseorang adalah mentauhid kan Allah didalam khouf.

Pada ayat ini ada 2 rukun tauhid "Nafyu" dan "itsbat"
فلا تخافوهم
"Janganlah kalian takut kepada mereka"
*Nafyu(peniadaan)*
وخافون
"Dan takutlah kepadaku
*Itsbat(penetapan)*

Karena ibadah tersusun dari dua bagian, yaitu:
1- Cinta
2- Takut
Rasa cinta bisa memudahkan seseorang untuk melakukan ketaatan.
Dan Rasa takut bisa memudahkan seseorang untuk menjauhi yang dilarang Allah عز وجل

Syaikh Sholih Utsaimin رحمه الله تعالى berkata:
"Firman Allah يخوف أولياء "menakut-nakuti kalian dengan wali-walinya"
Hal ini sesuai dengan apa-apa yang terjadi pada ayat sebelumnya, dimana Allah تعالى berfirman:
ُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ
, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,”
[Surat Ali 'Imran 173]
Hal itu agar mereka menghalangi mereka(kaum muslimin) dari kewajiban dari kewajiban dien yaitu jihad, dan mereka menakut-nakuti dengan hal tersebut(untuk jihad),
Dan demikian juga apa-apa yang terjadi jiwa yang ingin memerintahkan yang makruf atau melarang dari kemungkaran, maka setanpun menakut-nakutinya untuk menghalanginya dari amal ini dan juga apa-apa yang ada pada hati seorang dai.
Intinya: bahwa setan menakut-nakuti bagi orang yang ingin melakukan kewajiban, maka dari itu jika setan mencampakkan rasa takut pada dirimu; maka wajib bagimu untuk tahu bahwasanya berani diatas kalimat haq tidak akan mendekatkan ajal(kematian) dan bersikap diam dan pengecut tidak pula menjauhkan ajal(kematian); 
berapa banyak dai yang berani menyampaikan yang haq dan dia wafat diatas kasurnya!? Dan berapa banyak pengecut terbunuh dirumahnya?!
Lihatlah kholid bin walid orang yang perkasa dan pemberani beliau wafat diatas kasurnya, oleh karena itu selama seseorang melaksanakan perintah Allah; maka yaqinlah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat baik, dan pasukan Allah merekalah yang menang."
(AlQoulMufid 'Alaa kitabitTauhid.Jilid 2, Hal.70 Bab قوله تعالى إنما ذلكم الشيطان يخوف أولياءه,  Cetakan ke:4 Dar ibnulJauzi)

Khouf pada dasarnya terbagi menjadi  4 bagian:

1- *KHAUFUSSIRRI* (Takut kepada Allah).
yaitu rasa takut yang disertai dengan kecintaan, pengagungan dan penghinaan diri kepada Allah Ta'alaa.
Hukumnya adalah *WAJIB*
karena rasa takut (khouf) ini adalah dasar dari dasar-dasar ibadah.
Firman Allah تعالى:
يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا
..mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap..
[Surat As-Sajdah 16]

2- *KHAUF JIBILLI*(Takut naluri)
Seperti takut kepada musuh atau binatang buas.
ini hukumnya *MUBAH* jika ada sebab-sebab atau indikasi kuat dan ilmiyah yang diyaqini bahaya atau kemudhorotannya lebih besar dari mashlahatnya.
Sebagaimana Allah mengisahkan tentang nabi Musa عليه السلام
(فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ ۖ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Maka keluarlah dia (Musa) dari kota itu dengan rasa takut, waspada (kalau ada yang menyusul atau menangkapnya), dia berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu.”
[Surat Al-Qashash 21]

3- *KHAUF SYIRKI* (Takut syirik)
Takut kepada makhluq(selain Allah) yang disertai pengagungan, perendahan diri dan kecintaan.
Seperti takut pada orang mati, keris, berhala atau pada sesuatu yang dia khawatir menimpanya dari hal yang dia tidak sukai dengan kehendaknya(makluq itu) seperti sakit, hilang harta atau takut terhadap sesuatu yang tidak memiliki daya akan marah kepadanya dan mengambil nikmat-nikmatnya.
Hukumnya *SYIRIK AKBAR*  yang membatalkan keislamannya (Murtad).
karena dia menyaqini sesuatu bisa mendatangkan mashalat atau mudhorot selain Allah.
Firman Allah تعالى
(إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ)
Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti para wali-walinya, karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian orang-orang beriman.
[Surat Ali 'Imran 175]

4- *KHAUF MUHARRAM* (takut yang diharamkan)
Takut yang menjadikan seseorang meninggalkan perintah-perintah yang wajib.
Hukumnya *HARAM*
Seperti seseorang yang takut dengan seseorang yang hidup akan membahayakan harta atau nyawanya dengan dugaan yang belum tentu  terjadi dan mungkin saja terjadi namun hanya sesuatu yang lebih ringan mudhorotnya daripada mashlahatnya.

Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم؛
لا يمنعن أحدكم مخافة الناس أن يتكلم بالحق إذا رآه أو علمه
"Janganlah rasa takut kepada manusia menghalangi salah seorang dari kalian untuk mengatakan yang haq jika dia melihatnya atau mengetahuinya"
(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya)