Kamis, 29 November 2018

Kekufuran jahmiyah

: باب ما جاء في أن كفر الجهمية المعطلة أعظم من كفر اليهود والنصارى
*BAB APA-APA YANG DATANG TENTANG KEKUFURAN JAHMIYAH ALMU'ATHILAH LEBIH BESAR DARI KEKUFURAN YAHUDI DAN NASRANI"

منبر العقيدة
MIMBAR AQIDAH
@Menbr01

Pent:
Jahmiyah, Asy'ariyyah... yang berkeyaqinan Allah تعالى tidak di atas, tidak di bawah, tidak didepan, tidak dibelakang, tidak didalam alam atau diluar alam dan tidak memiliki arah,
Pada haqiqatnya menafiqan zat Allah تعالى

Oleh karena itu jumhur salaf menganggap mereka lebih buruk dari orang-orang musyrik, yahudi dan nasrani, karena mereka meskipun menyekutukan Allah namun mereka masih menetapkan zat Allah تعالى
Sedangkan Jahmiyah, Asyariyah dan Maturidiyah menafikan zat Allah.
Mereka hanya meyaqini sifat-sifat Allah secara maknawi tanpa haqiqatnya.


قال سعيد بن عامر :
Berkata Sa'id bin 'Amir
[ هُمْ شَرٌّ قَوْلًا مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، وَقَدْ أَجْمَعَ أَهْلُ الْأَدْيَانِ مَعَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى أَنَّ اللَّهَ عَلَى الْعَرْشِ وَقَالُوا هُمْ: لَيْسَ عَلَى الْعَرْشِ شَيْءٌ ]
Pendapat mereka lebih buruk dari Yahudi dan Nashrani, dan semua agama bersama islam telah bersepakat bahwa Allah diatas Arsy, sedangkan mereka berkata "Tidak ada sesuatupun di atas Arsy"

قال ابن خزيمة
Ibnu khuzaimah berkata:
[  الْمُعَطِّلَةُ الْجَهْمِيَّةُ: الَّذِينَ هُمْ شَرٌّ مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسِ]
AlMu'atthilah Jahmiyah: adalah orang-orang yang lebih buruk dari Yahudi dan Nasrani:
التوحيد لأبن خزيمة 1/202


قال التيمي الأصبهاني والزنجاني الشافعي
AtTaimi AlAshbahani AlZunjani AsSya'fi'i berkata:
[  وَالْجَهْمِيَّةُ لَا تَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ فَوْقَهَا بِوُجُودِ ذَاتِهِ فَهُمْ أَعْجَزُ فَهْمًا مِنْ فِرْعَوْنَ بَلْ وَأَضَلُّ ]
"Dan Jahmiyah tidak mengetahui bahwa Allah keberadaan zatnya atas mereka, maka mereka lebih buruk pemahamannya dari Fir'aun dan bahkan lebih para lagi"
اجماع الجيوش لأبن القيم ص 272

قال شيخ الإسلام ابن تيمية:
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata:
[  وقد كان سلف الأمة وسادات الأئمة يرون كفر الجهمية أعظم من كفر اليهود كما قال عبد الله ابن المبارك والبخاري وغيرهما ]
Telah sepakat para salaful ummah dan para pembesar-pembesar dari para imam, bahwa kekafiran Jahmiyah lebih parah dari kekafiran Yahudi, sebagaimana telah mengatakan hal ini Abdullah ibnu Mubarak dan Imam AlBukhori dan selain mereka berdua"
مجموع الفتاوى 2/477
وقال ابن القيم
Berkata ibnu Qoyyim:
[  قال السلف الذين بلغتهم مقالة هؤلاء أنهم شر قولا من اليهود والنصارى، وقالوا إنا لنحكي كلام اليهود والنصارى، ولا نستطيع أن نحكى كلام هؤلاء. وقالوا إنهم مليشون معطلون نافون للمعبود عز وجل.
"Para salaf yang sampai (mendengar) ucapan mereka (Jahmiyah, AsSyariyyah, Maturidiyah) mengatakan:  bahwa mereka ucapannya lebih buruk dari Yahudi dan Nasrani, dan kami tidak mampu menghikayatkan perkataan mereka (para salaf, karena banyaknya yang mengatakan hal itu) dan berkata:
Bahwa mereka mensifati Allah dengan sifat tidak ada sama sekali, menelantarkan dan meniadakan bagi zat yang diibadabi (Allah) عز وجل
[ مختصر الصواعق ص 345]


Syamsuddiin Adz-Dzahabiy berkata dalam bukunya yang berjudul "al-'Uluww Li al-'Aliyy al-Ghaffaar":

قال عبد الرحمن بن أبي حاتم الرازي الحافظ في كتاب الرد على الجهمية ، حدثنا أبي ، نا سليمان بن حرب ، سمعت حماد بن زيد ، يقول : إنما يدورون ، على أن يقولوا : ليس في السماء إله  " . يعني : الجهمية . قلت : مقالة السلف ، وأئمة السنة ، بل والصحابة ، والله ورسوله والمؤمنين : أن الله في السماء ، وأن الله على العرش ، وأن الله فوق سماواته ، وأنه ينزل إلى السماء الدنيا ، وحجتهم على ذلك النصوص والآثار . ومقالة الجهمية : أن الله في جميع الأمكنة تعالى الله عن قولهم ، بل هو معنا أينما كنا بعلمه . ومقالة متأخري المتكلمين : أن الله ليس في السماء ، ولا على العرش ، ولا على السماوات ، ولا في الأرض ، ولا داخل العالم ، ولا خارج العالم ، ولا هو بائن عن خلقه ، ولا متصل بهم ، وقالوا : جميع هذه الأشياء صفات للأجسام ، والله منزه عن الجسم . قال لهم أهل السنة والأثر : نحن لا نخوض في ذلك ، ونقول ما ذكرناه اتباعاً للنصوص ، وإن رغمتم ولا نقول بقولكم ، فإن هذه السلوب نعوت المعدوم ، تعالى الله عن العدم ، بل هو موجود متميز عن خلقه ، موصوف بما وصف به نفسه من أنه فوق العرش بلا كيف . حماد بن زيد للعراقيين نظير مالك بن أنس للحجازيين في الجلالة والعلم . اه

"Abdurrahman bin Abi Haatim Ar-Raaziy Al-Haafidh dalam buku 'Ar-Radd 'Alaa Al-Jahmiyyah' berkata: ' Bapakku menceritakan kepada kami dengan berkata: ' Sulaimaan bin Harb menceritakan kepada kami dengan berkata: 'Saya mendengar Hammaad bin Zaid berkata:
*Mereka berusaha menyatakan bahwa tidak ada ilaah di atas langit,' yaitu Jahmiyyah.'."*

Lalu Adz-Dzahabiy berkata:

"Saya berkata bahwa pendapat Salaf, Imam-imam Sunnah bahkan Para Sahabat, Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin adalah bahwa Allah berada di atas langit, Allah berada di atas 'Arsy, dan Allah di atas tujuh langit, dan Allah turun ke Langit Dunia. Hujjah mereka adalah nash-nash dan atsar-atsar (Qur'an dan Sunnah).
Sedangkan *pendapat Jahmiyyah adalah bahwa Allah ada di setiap tempat _-Maha Tinggi Allah dari perkataan mereka_-!!
padahal yang benar adalah bahwa Dia bersama kita dengan ilmunya.
Sedangkan pendapat Ahli Kalam yang belakangan (yaitu Asyariyyah, Maaturiidiyyah, dan lainnya) adalah bahwa *Allah tidak berada di atas langit, tidak di atas 'Arsy, tidak di atas langit, tidak di Bumi, tidak di dalam alam, tidak di luar alam, tidak terpisah dari makhluk-Nya, dan tidak menempel dengan makhluk-Nya*.
Mereka juga berkata bahwa semua perkara itu adalah sifat bagi jisim sedangkan Allah disucikan dari berjisim. Ahlussunnah berkata kepada mereka:
*'Kami tidak mendalami pembicaraan seperti itu dan kami menyebutkan perkataan kami itu karena mengikuti nash-nash*.
Walaupun kalian memaksa,
kami tetap tidak akan mengikuti perkataan kalian karena ketidakadaan semuanya itu adalah ciri khas sesuatu yang tidak ada!! *_Maha Suci Allah dari ketidakadaan_*
Bahkan Allah itu ada, berbeda dari makhluknya, dan Dia disifati dengan yang disifatkan oleh-Nya sendiri bahwa Dia berada di atas 'Arsy tanpa diketahui kaifiyyatnya oleh makhluk.' Hammaad bin Zaid bagi penduduk Irak seperti Maalik bagi penduduk Hijaz." Selesai perkataan Adz-Dzahabiy.

Al-Khallaal juga meriwayatkannya dalam As-Sunnah (1695): 

قَالَ: وَحَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ، وَعَلِيُّ بْنُ مُسْلِمٍ، قَالَ: ثنا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ حَمَّادَ بْنَ زَيْدٍ، وَذَكَرَ هَؤُلَاءِ الْجَهْمِيَّةَ، فَقَالَ: "إِنَّمَا يُحَاوِلُونَ أَنْ يَقُولُوا: لَيْسَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ ". اه

“(Abdullah bin Ahmad telah mengkabarkan kepada kami-1694-) dengan berkata: Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqiy dan Ali bin Muslim telah menceritakan kepadaku dengan berkata: Sulaimaan bin Harb telah menceritakan kepada kami dengan berkata: Aku mendengar Hammaad bin Zaid membicarakan tentang orang-orang Jahmiyyah itu, lalu berkata:
*Mereka hanya berusaha berkata bahwa tidak ada di atas langit sesuatupun..*

Abdullah bin Ahmad adalah Abdullah bin Al-Imaam Ahmad bin Hanbal. Dia meriwayatkannya dari keduanya dalam As-Sunnah (41). Ini adalah bukti bahwa buku As-Sunnah” adalah sah penisbatannya kepada Al-Imaam Abdullah bin Al-Imaam Ahmad bin Hanbal.

Al-Khallaal juga berkata (1696):

أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ الْمَرُّوذِيُّ، قَالَ: ثنا ابْنُ عَسْكَرٍ، قَالَ: ثنا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ حَمَّادَ بْنَ زَيْدٍ، يَقُولُ: " الْجَهْمِيَّةُ تُحَاوِلُ أَنْ تَقُولَ: لَيْسَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ ". اه

“Abu Bakr Al-Marruudziy telah menceritakan kepada kami dengan berkata: ‘Ibnu ‘Askar telah menceritakan kepada kami dengan berkata: ‘Sulaimaan bin Harb telah menceritakan kepada kami dengan berkata: Aku mendengar Hammaad bin Zaid berkata:
*Jahmiyyah berusaha berkata bahwa tidak ada di atas langit sesuatupun..*

Sulaimaan bin Harb Abu Ayyuub Al-Waasyihiy Al-Azdiy Al-Bashriy adalah adalah seorang Imam besar dan Syaikhul Islam pada zamannya. Lihat biografinya dalam Al-Jarh Wa At-Tadiil karya Ibnu Abi Haatim Ar-Raaziy, Siyar Alaam An-Nubalaa karya Adz-Dzahabiy, dan lainnya.

Al-Khallaal juga berkata (1697):

أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَحْمَدَ الدَّوْرَقِيَّ، قَالَ: سَمِعْتُ يَزِيدَ بْنَ هَارُونَ، وَذَكَرَ الْجَهْمِيَّةَ، فَقَالَ: "هُمْ كُفَّارٌ، لَا يَعْبُدُونَ شَيْئًا". اه

“Abu Bakr (Al-Marruudziy) telah mengkabarkan kepada kami dengan berkata: Aku mendengar Ahmad (bin Ibrahim) Ad-Dauraqiy berkata: Aku mendengar Yaziid bin Haaruun membicarakan tentang Jahmiyyah dan berkata:
*‘Mereka itu orang-orang kafir, mereka tidak mengibadahi sesuatupun..*

Sanadnya sangat sah sampai Al-Imaam Yaziid bin Haaruun dengan rangkaian para imam.

Al-Bukhaariy berkata dalam Khalqu Afaal Al-Ibaad (70):

وَحَدَّثَنِي أَبُو جَعْفَرٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ الْحَسَنَ بْنَ مُوسَى الأَشْيَبَ ، وَذَكَرَ الْجَهْمِيَّةَ فَنَالَ مِنْهُمْ ، ثُمَّ قَالَ : أُدْخِلَ رَأْسٌ مِنْ رُؤَسَاءِ الزَّنَادِقَةِ يُقَالُ لَهُ شَمْعَلَةُ عَلَى الْمَهْدِيِّ فَقَالَ : دُلَّنِي عَلَى أَصْحَابِكَ فَقَالَ : أَصْحَابِي أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ : دُلَّنِي عَلَيْهِمْ فَقَالَ : صِنْفَانِ مِمَّنْ يَنْتَحِلُ الْقِبْلَةَ ، الْجَهْمِيَّة وَالْقَدَرِيَّةُ ، الْجَهْمِيُّ إِذَا غَلاَ ، قَالَ : لَيْسَ ثَمَّ شَيْءٌ وَأَشَارَ الأَشْيَبُ إِلَى السَّمَاءِ وَالْقَدَرِيُّ إِذَا غَلاَ قَالَ : هُمَا اثْنَانِ خَالِقُ شَرٍّ ، وَخَالِقُ خَيْرٍ ، فَضَرَبَ عُنُقَهُ وَصَلَبَهُ
“Abu Ja’far telah menceritakan kepadaku dengan berkata: ‘Aku mendengar Al-Hasan bin Muusa Al-Asyyab membicarakan tentang Jahmiyyah dan mengkritiknya, lalu berkata: Dibawa salah seorang pemimpin kaum zindiq yang bernama Syamalah kepada Khalifah Al-Mahdiy, lalu Al-Mahdiy berkata: Tunjukkanlah kepadaku teman-temanmu! Lalu Syamalah berkata: Teman-temanku itu lebih banyak daripada yang engkau duga. Al-Mahdiy berkata: Tunjukkan mereka kepadaku! Lalu Syamalah berkata: Dua kelompok yang menisbatkan diri mereka kepada Islam; Jahmiyyah dan Qadariyyah. Seorang Jahmiyyah jika sudah berlebihan akan berkata bahwa tidak ada di sana sesuatupun -Al-Asyyab mengisyaratkan ke langit- dan seorang Qadariyyah jika sudah berlebihan akan berkata bahwa pencipta itu ada dua; pencipta keburukan dan pencipta kebaikan. Lalu Syamalah di penggal lehernya dan disalib..    

Al-Imaam Abdullah bin Al-Imaam Ahmad bin Hanbal berkata dalam As-Sunnah (65):

حَدَّثَنِي زِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ دَلُّوَيْهِ، سَمِعْتُ يَحْيَىَ بْنَ إِسْمَاعِيلَ الْوَاسِطِيَّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبَّادَ بْنَ الْعَوَّامِ، يَقُولُ: "كَلَّمْتُ بِشْرَ الْمَرِيسِيَّ وَأَصْحَابَ بِشْرٍ فَرَأَيْتُ آخِرَ كَلَامِهِمْ يَنْتَهِي أَنْ يَقُولُوا لَيْسَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ". اه

“Ziyaad bin Ayyuub Dalluwaih telah menceritakan kepadaku dengan berkata: ‘Aku mendengar Yahya bin Ismaa’iil Al-Waasithiy berkata: ‘Aku mendengar ‘Abbaad bin Al-‘Awwaam berkata: ‘Aku mendebat Bisyr Al-Mariisiy/Al-Mirriisiy dan teman-temannya Bisyr, lalu aku melihat bahwa akhir perkataan mereka berhenti pada ucapan bahwa tidak ada di atas langit sesuatupun.”

Dan Al-Imaam Abdullah berkata (147):

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَبُّوَيْهِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ: وَسَأَلَهُ، سَهْلُ بْنُ أَبِي خَدَّوَيْهِ عَنِ الْقُرْآنِ، فَقَالَ: "يَا أَبَا يَحْيَى مَا لَكَ وَلِهَذِهِ الْمَسَائِلِ هَذِهِ مَسَائِلُ أَصْحَابِ جَهْمٍ، إِنَّهُ لَيْسَ فِي أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ شَرٌّ مِنْ أَصْحَابِ جَهْمٍ يَدُورُونَ عَلَى أَنْ يَقُولُوا لَيْسَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ، أَرَى وَاللَّهِ أَلَّا يُنَاكَحُوا وَلَا يُوَارَثُوا". اه

“Abdullah bin Syabbuwaih telah menceritakan kepadaku dengan berkata: ‘Muhammad bin ‘Utsmaan telah menceritakan kepada kami dengan berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Mahdiy ketika sedang ditanya oleh Sahl bin Abi Khaddawaih (Abu Yahya) tentang sesuatu mengenai Al-Quran, lalu beliau berkata: Wahai Abu Yahya ada apa antara engkau dengan apa-apa yang engkau tanyakan ini? Apa-apa yang engkau tanyakan ini biasa ditanyakan oleh para pengikut Jahm. Ketahuilah, bahwasanya tidak ada para pengikut hawa nafsu yang lebih buruk daripada para pengikut Jahm. Mereka berusaha menyatakan bahwa tidak ada di atas langit  sesuatupun. Aku berpendapat bahwa mereka tidak dinikahi atau dinikahkan dan tidak diwarisi atau diwariskan.

Yang diingkari oleh Jahmiyyah sudah pasti bukan ketinggian Allah secara maknawi karena Jahmiyyah itu berniat menetapkan ketinggian Allah secara maknawi dengan meniadakan ketinggian Allah secara hissiyyah yang menyerupai makhluk menurut mereka.

Lihatlah perkataan Al-Imaam Abu 'Isa At-Tirmidziy dalam Jaami'-nya.
Karena Asyariyyah memiliki ciri yang paling khas dari Jahmiyyah sebagaimana yang terdapat dalam perkataan Al-Imaam Hammaad bin Zaid rahimahullah tersebut, berarti Asyariyyah itu bisa disebut Jahmiyyah dan bisa diperlakukan dengan perlakuan yang diterapkan pada Jahmiyyah.

Tinjaulah pengkafiran para ulama Ahlussunnah seperti Al-Imaam Al-Haafidh Yahya bin Ammaar As-Sijziy (wafat pada tahun 422 Hijriyyah) dan lainnya terhadap Asyariyyah dalam Dzamm al-Kalaam wa Ahlihi karya Syaikhul Islam Abu Ismaa'iil al-Anshaariy al-Harawiy (wafat pada tahun 481 Hijriyyah), Al-Ibaanah karya Ibnu Baththah Al-Ukbariy (wafat pada tahun 387 Hijriyyah), Risaalah As-Sijziy Ilaa Ahli Zabiid Fii Ar-Raddi Alaa Man Ankara Al-Harfa wa Ash-Shaut karya Al-Imaam Al-Haafidh Abu Nashr As-Sijziy (wafat pada tahun 444 Hijriyyah), Ar-Risaalah al-Waadlihah Fii ar-Radd 'Alaa Al-Asyaa'irah karya Syaikhul Hanaabilah di Syam: Ibnul Hanbaliy Abdul Wahhab bin Abdul Waahid Asy-Syiiraaziy (wafat pada tahun 536 Hijriyyah), Al-Munaadharah Fii Al-Qur'aan Al-'Adhiim karya Al-Imaam Ibnu Qudaamah Al-Maqdisiy (wafat pada tahun 620 Hijriyyah), dan Jamu Al-Juyuusy wa Ad-Dasaakir Alaa Ibni Asaakir karya Ibnul Mibrad Al-Hanbaliy Yuusuf Ibnu Abdil Haadiy Ash-Shaalihiy Ad-Dimasyqiy (wafat pada tahun 909 Hijriyyah).

Senin, 29 Oktober 2018

BAB لا يقال: السلام على الله

*RINGKASAN KAJIAN KITAB TAUHID TGL 28-10-2018*
BAB: 
لا يقال:  السلام على الله
*JANGAN MENGATAKAN "ASSALAAMU 'ALALLAH"*

Didalam kitab shahih, dari  ibnu Mas'ud رضي الله عنه berkata,
"kami pernah bersama Nabi صلى الله عليه وسلم saat shalat dan kami mengucapkan"
السلام على الله من عباده والسلام على فلان وفلان
"Salam atas Allah dari hamba-hambanya dan salam atas fulan dan fulan"

Maka Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda
لا تقولو: السلام على الله فإن الله هو السلام
"Janganlah kalian mengucapkan salam atas Allah, maka sesungguhnya Allah itu AsSalaam"
(HR.Bukhori dan Muslim)

Pelajaran yang diambil dari hadits ini:
1- Para Shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم sebelumnya membaca pada duduk Tahiyyat mereka.
"Assalam atas Allah dari hamba-hambanya, salam atas jibril dan salam atas Mikail dan salam atas fulan dan fulan"
Maka Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan pada mereka:
"Jangan ucapkan salam atas Allah, maka sesungguhnya Allah adalah AsSalaam, akan tetapi ucapkan"
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

“At tahiyyaatu lillaah, wash shalawaatu wath thayyibaat. Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wa barokaatuh. As salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu al laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh (artinya: Segala ucapan selamat, shalawat, dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan a  ku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambanya dan rasulnya).”
(HR. Bukhari no. 6265).

2- Larangan mengucapkam salam atas Allah, baik didalam shalat atau diluar shalat, adapun Salam yang diajarkan Nabi صلى الله عليه وسلم untuk diucapkan saat shalat adalah
1- Salam atas Nabi صلى الله عليه وسلم
2- Salam atas kita sendiri
3- Salam atas hamba-hamba Allah yang shalih.

3- Allah جل جلاله tidak butuh salam dari hambanya karena Allah AsSalaam.
Arti AsSalaam bagi Allah تعالى mengandung dua makna:
1- Salam yang bermakna Doa (semoga selamat sejahtera atas...),
Maka Allahlah yang memberikan keselamatan kepada hambanya dan bukan sebaliknya.
Karena Allah zat yang tidak butuh kepada sesuatu apapun, termaksud tidak butuh kepada doa manusia, akan tetapi yang diharuskan bagi manusia adalah mengimani, mengagungkan dan mensucikan Allah جل جلاله
2- Salam yang bermakna Salim yaitu Zat yang maha sempurna yang selamat dari kekurangan, aib.

4- Dan Nabi صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada kita doa setelah shalat:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ

Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom.

“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dariMu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”

5- Dilarang mengucapkan salam kepada orang-orang kafir.
Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
لا تبدؤوا اليهود ولا النصارى بالسلام، وإذا لقيتموهم في طريق فاضطروهم إلى أضيقه
"Janganlah memulai salam terhadap orang-orang Yahudi dan juga Nasrani dan apabila kalian menjumpai mereka dijalan maka desaklah agar mereka merasa sempit"
(Shahih Muslim)

Dan beliau صلى الله عليه وسلم juga bersabda:
إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا وعليكم
"Jika ahli kitab(Yahudi dan Nasrani) mengucapkan salam kepadamu maka ucapkanlah "wa 'alaikum"

6- Adapun memulai salam yang dicontohkan Nabi صلى الله عليه وسلم kepada orang kafir (non muslim) adalah sebagaimana nabi صلى الله عليه وسلم menulis surat kepada raja Heraclius :
السلام على من اتبع الهدى
"Assalaamu 'alaa manittaba'alhuda"
"Selamat sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk(Allah dan rasulnya)".

Yang maksudnya: bagi orang yang mau mengikuti petunjuk islam maka dia berhak mendapat salam tersebut dan jika tidak, maka tidak berhak.

والله أعلم

Senin, 22 Oktober 2018

KITAB TAUHID AL-ARAAF 189-190

*RINGKASAN PELAJARAN DARI KITAB TAUHID TGL 21 OKT 2018*
Firman Allah تعالى
(هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا ۖ فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ ۖ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ)
(فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا ۚ فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ)
Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka (seraya berkata), “Jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami akan selalu bersyukur.”
Maka setelah Dia memberi keduanya seorang anak yang shalih, mereka menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya itu. Maka Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.
[Surat Al-A'raf 189-190]

Ibnu Abbas رضي الله عنهما menyebutkan tentang tafsir ayat ini (Al-'Araaf: 189-190) dan berkata:
لما تغشاها آدم حملت فأتاهما إبليس فقال: إني صاحبكما الذي أخرجتكما من الجنة لتطيعنني أو لأجعلن له قرني أيِّل فيخرج من بطنك فيشُقُه ولأفعلن ولأفعلن -ع يخوفهما - سَمِّياه عبدَ الحارثِ، فأبيا أن يطيعاه فخرج ميتا ثم حملت فأتاهما فقال مثل قوله، فأبيا أن يطيعاه فخرج ميتا، ثم حملت فأتاهما فذكر لهما فأدركهما حبُّ الولد فسمياه عبد الحارث، فذلك قوله:﴿جَعَلاَ لَهُ شُرَكَاء فِيمَا آتَاهُمَا﴾
فِيمَا آتَاهُمَا}"

”Setelah Adam menggauli istrinya Hawaa’, maka ia pun hamil. Lalu Iblis datang kepada mereka berdua dan berkata : ”Sunguh, aku adalah kawanmu berdua yang telah mengeluarkanmu dari surga. Demi Allah, hendaknya kamu mentaatiku. Kalau tidak, niscaya akan kujadikan anakmu itu bertanduk dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut istrimu dengan merobeknya. Demi Allah, pasti akan aku lakukan”. Demikianlah Iblis menakut-nakuti mereka berdua. Iblis melanjutkan : ”Namailah anakmu itu ’Abdul-Haarits”. Tetapi keduanya menolak untuk mematuhinya. Ketika bayi mereka lahir, lahirlah ia dalam keadaan mati. Kemudian Hawwa’ hamil lagi. Maka datanglah Iblis kepada mereka berdua dengan mengatakan seperti yang pernah ia katakan sebelumnya. Tetapi mereka berdua tetap menolak untuk mematuhinya, dan bayi mereka pun lahir lagi dalam keadaan mati. Selanjutnya, Hawwa’ hamil lagi. Maka datanglah Iblis kepada mereka berdua dan mengingatkan mereka apa yang pernah ia katakan. Karena Adam dan Hawwa’ lebih menginginkan keselamatan anaknya, akhirnya mereka mematuhi Iblis dengan memberi kepada anak mereka nama ’Abdul-Haarits. Itulah tafsiran firman Allah : ’Mereka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal (anak) yang Dia karuniakan kepada mereka”.
(HR.Ibnu Abi Haatim)

Diantara pelajaran dari ayat ini:
1- Bahwa bentuk syukur orang tua atas nikmat Allah akan karunia anak adalah menjadikan anak agar menjadi hamba yang taat kepada Allah عز وجل

2- Riwayat ibnu Abbas ini lemah dari sisi sanad dan matan, diantara alasan lemah dari matannya adalah:
A: Tidak mungkin bagi Adam dan Hawa terjatuh pada kesyirikan dan apalagi para Nabi terjaga dari Dosa-dosa besar.

B: Allah تعالى menyebutkan taubatnya adam ketika memakan buah yang dilarang disurga, namun pada perkara yang lebih besar seperti syirik ini, mengapa tidak disebutkan taubatnya?

C- Dalah hadits Syafa'at disebutkan bahwa Adam meminta udzur untuk memberi syafaat karena dosa memakan buah pohon terlarang disurga namun dia tidak menyebutkan perkara ini?? Padahal ini lebih besar perkaranya!!

D- Bahwa pada riwayat ini iblis berkata:
أنا صاحبكما الذي أخرجتكما من الجنة
"Aku adalah teman kalian yang dahulu mengeluarkan kalian dari surga"
Maka tidak mungkin jika Adam masih mengikuti ajakan yang pernah mencelakakannya.

3- Maksud dari jiwa yang satu disini adalah jenis manusia yang Allah telah menjadikan dari jenisnya pasangannya.
Sebagaimana firman Allah تعالى
(لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ
Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri,...
[Surat Ali 'Imran 164]

4- Firman Allah فلما تغشاها
"Takala dia menutupinya"
Maksudnya adalah "Jima'" menggaulinya"
Bahwa penyebutan perkara jima' ini secara tabiat adalah malu bagi fitrah murni manusia.
Dan Alquran menyebutkan hal-hal ini dengan bahasa-bahasa kiasan.
Seperti :
  أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
... atau kamu telah menyentuh perempuan,
[Surat An-Nisa' 43]

(نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ...
Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai...
[Surat Al-Baqarah 223]

5- Firman Allah
.... جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا ۚ فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ)
...mereka menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya itu. Maka Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.
[Surat Al-A'raf 190]

Seperti apa bentuk penyekutuan kedua orang tuanya setelah lahirnya anak tersebut?
Di antaranya:

A- Menyandarkan selamatnya anaknya kepada para dokter atau persalinan dokter, seperti mengatakan, "dia selamat berkat bidan yang profesional ini"
Padahal sebelumnya dia berdoa kepada Allah untuk diberi anak yang selamat, akan tetapi ketika lahir dia lupa dengan Allah dan hanya ingat kepada sebab.

B- Dia tidak syirik dengan rububiyyah Allah, dia yaqin bahwa anak itu keluar dengan selamat karena karunia Allah, namun kecintaannya kepada anaknya akhirnya melalaikan dari ketaatan kepada Allah dan rasulnya.
Allah تعالى berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ)
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
[Surat Al-Munafiqun 9]

Di ambil dari beberapa kitab tauhid

والله أعلم.

Minggu, 14 Oktober 2018

Faedah dari kisah tiga orang dari Bani Israil

Ada kisah tiga orang dari Bani Israil, ketiganya diberi ujian harta oleh Allah. Ketiganya sama-sama sukses, namun dua orang enggan bersyukur dan menganggap nikmat adalah karena hasil usahanya. Sedangkan satunya lagi benar-benar hamba yang pandai bersyukur dan ia pun menyandarkan nikmat pada Allah.

Kisah Tiga Orang Bani Israil: Berpenyakit Kulit, Kebotakan dan Buta

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ ثَلاَثَةً مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى،

فَأَرَادَ اللهُ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ، فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا،

“Sesungguhnya ada tiga orang dari Bani Israil, yaitu: penderita penyakit kulit[1], punya penyakit kebotakan (sebagian rambut kepalanya botak, -pen) dan orang buta. Kemudian Allah Ta’ala ingin menguji mereka bertiga, maka diutuslah kepada mereka seorang malaikat.

فَأَتَى اْلأَبْرَصَ، فَقَالَ: أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟،

قَالَ: لَوْنٌ حَسَنٌ، وَجِلْدٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّي الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسَ بِهِ،

قَالَ: فَمَسَحَهُ، فَذَهَبْ عَنْهُ قَذَرُهُ، فَأُعْطِيَ لَوْنًا حَسَنًا وَجِلْدًا حَسَنًا،

قَالَ: فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟

قَالَ: اْلإِبِلُ أَوِ الْبَقَرُ – شّكٌّ إِسْحَاقُ – فَأُعْطِيَ نَاقَة  عُشْرَاءَ،

فَقَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْهَا.

Maka datanglah malaikat itu kepada orang pertama yang menderita penyakit kulit dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Rupa yang bagus, kulit yang indah, dan penyakit yang menjijikkan banyak orang ini hilang dari diriku”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit itu, serta diberilah ia rupa yang bagus, kulit yang indah.  Malaikat itu bertanya lagi kepadanya, “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?” Ia menjawab, “Unta atau sapi.” Maka diberilah ia seekor unta yang sedang bunting, dan ia pun didoakan, “Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu dengan unta ini.”

قَالَ: فَأَتَى اْلأَقْرَعَ، فَقَالَ: أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟

قَالَ: شَعْرٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّي الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ بِهِ،

فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ، وَأُعْطِيَ شَعْرًا حَسَنًا،

فَقَالَ: أَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟،

قَالَ: الْبَقَرُ أَوِ اْلإِبِلُ، فَأُعْطِيَ بَقَرَةً حَامِلاً، قَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْهَا.

Kemudian Malaikat tadi mendatangi orang yang punya penyakit kebotakan, dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Rambut yang indah, dan apa yang menjijikkan banyak orang ini hilang dari diriku”. Maka diusaplah kepalanya, dan seketika itu hilanglah penyakitnya, serta diberilah ia rambut yang indah. Malaikat tadi bertanya lagi kepadanya, “Harta apakah yang kamu senangi?” Ia menjawab, “Sapi atau unta.” Maka diberilah ia seekor sapi yang sedang bunting dan didoakan, “Semoga Allah memberkahimu dengan sapi ini.”

فَأَتَى اْلأَعْمَى، فَقَالَ: أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟،

قَالَ: أَنْ يُرِدِ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأَبْصَرَ بِهِ النَّاسَ،

فَمَسَحَهُ، فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ، قَالَ: فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟،

قَالَ: الْغَنَمَ، فَأُعْطِيَ شَاةً وَالِدًا.

Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Semoga Allah berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang.” Maka diusaplah wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Ia menjawab: “Kambing.” Maka diberilah ia seekor kambing yang sedang bunting.

فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا، فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنَ اْلإِبِلِ،

وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْبَقَر، وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْغَنَمِ.

Lalu berkembangbiaklah unta, sapi dan kambing tersebut, sehingga yang pertama memiliki satu lembah unta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga memiliki satu lembah kambing.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata selanjutnya,

ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى اْلأَبْرَصَ فِي صُوْرَتِهِ وَهَيْئَتِهِ،

قَالَ: رَجُلٌ مِسْكِيْنٌ قَدِ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي،

فَلاَ بَلاَغَ لِيَ الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللهِ ثُمَّ بِكَ،

أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحُسْنَ وَالْجِلْدَ الْحُسْنَ وَالْمَالَ،

بَعِيْرًا أَتَبَلَّغُ بِهِ فِي سَفَرِي،

فَقَالَ: الْحُقُوْقُ كَثِيْرَةٌ،

فَقَالَ لَهُ: كَأَنِّي أَعْرَفْكَ! أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ، فَقِيْرًا فَأَعْطَاكَ اللهُ الْمَالَ؟،

فَقَالَ: إِنَّمَا وَرَثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ،

فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ كاَذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ.

“Kemudian, datanglah Malaikat itu kepada orang  yang sebelumnya menderita penyakit kulit, dengan menyerupai dirinya (yakni di saat ia masih dalam keadaan berpenyakit kulit, -pen), dan berkata kepadanya, “Aku seorang miskin, telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah memberi anda rupa yang tampan, kulit yang indah, dan kekayaan ini, aku minta kepada anda satu ekor unta saja untuk bekal meneruskan perjalananku.” Tetapi dijawab, “Hak-hak (tanggunganku) masih banyak.” Malaikat tadi berkata kepadanya, “Sepertinya aku pernah mengenal Anda, bukankah Anda ini dulu orang yang menderita penyakit kulit, yang orang-orang pun jijik melihat anda, lagi pula anda miskin, kemudian Allah memberikan kepada anda harta kekayaan?” Dia malah menjawab, “Harta kekayaan ini aku warisi turun-temurun dari nenek moyangku yang mulia lagi terhormat.” Maka  malaikat tadi beytrkata kepadanya, “Jika Anda berkata dusta niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan Anda semula.”

قَالَ: وَأَتَى اْلأَقْرَعَ فِي صُوْرَتِهِ،

فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا، وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَيْهِ هَذَا،

فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ.

Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya berpenyakit kebotakan, dengan menyerupai dirinya (di saat masih berpenyakit itu), dan berkata kepadanya sebagaimana ia berkata kepada orang yang pernah menderita penyakit kulit, serta ditolaknya sebagaimana ia telah ditolak oleh orang yang pertama. Maka malaikat itu berkata, “Jika Anda berkata dusta niscaya Allah akan mengembalikan Anda seperti keadaan semula.”

قَالَ: وَأَتَى اْلأَعْمَى فِي صُوْرَتِهِ،

فَقَالَ: رَجُلٌ مِسْكِيْنٌ وَابْنُ سَبِيْلٍ قَدِ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالِ فِي سَفَرِي،

فَلاَ بَلاَغَ لِيَ الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللهِ ثُمَّ بِكَ،

أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي،

فَقَالَ: قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي، فَخَذَ مَا شِئْتَ، وَدَعْ مَا شِئْتَ،

فَوَاللهِ لاَ أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ بِشَيْءٍ أَخَذْتَهُ للهُ،

فَقَالَ: أَمْسِكْ مَالَكَ، فَإِنَّمَا ابْتُلِيْتُمْ،

فَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنْكَ وَسَخَطُ عَلَى صَاحِبَيْكَ

Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya buta, dengan menyerupai keadaannya dulu (di saat ia masih buta), dan berkata kepadanya, “Aku adalah orang yang miskin, kehabisan bekal dalam perjalanan, dan telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga aku tidak dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini, kecuali dengan pertolongan Allah kemudian pertolongan Anda. Demi Allah yang telah mengembalikan penglihatan Anda, aku minta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan perjalananku.” Maka orang itu menjawab, “Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah apa yang Anda sukai, dan tinggalkan apa yang tidak Anda sukai. Demi Allah, sekarang ini aku tidak akan mempersulit Anda dengan memintamu mengembalikan sesuatu yang telah Anda ambil karena Allah.” Maka malaikat tadi berkata, “Peganglah kekayaan Anda, karena sesungguhnya kalian ini hanya diuji oleh Allah. Allah telah ridha kepada Anda, dan murka kepada kedua teman Anda.” (HR. Bukhari no. 3464 dan Muslim no. 2964).

: Pelajaran yang diambil dalam hadits di atas👆🏾

1- Bolehnya mengkisahkan umat sebelumnya sebagai nasehat dan mengambil pelajaran.

2- orang yang sakit kulit dan botak keduanya memiliki sifat tamak, dimana siAbrosh(yang berpenyakit kulit) berkata
لونٌ حسنٌ
"(Aku ingin) kulit yang indah"
dan sibotak berkata:
شعر حسنٌ
"(Aku ingin) rambut yang indah."
Namun berbeda dengan si buta, padanya ada sifat tawadhu dan qana'ah oleh karena itu dia berkata:
يَرُدُّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرُ بِهِ النَّاسَ
"Semoga Allah berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang."

Dia tidak mengatakan
"Aku ingin penglihatan yang tajam dan kuat"

3- Bahwasannya para malaikat ini mengusap bagian-bagian yang sakit ini; kemudian sembuh, dan hal ini kenunjukkan bahwa kesembuhan juga harus melakukan sebab-sebab yang diperbolehkan.

4- Bahwa pilihan Sikusta untuk memiliki unta menunjukkan bahwa padanya ada sifat sombong karena pada unta itu ada sifat besar  dan keras(angkuh).
Oleh karena itu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
:«الْفَخْرُ وَالْخُيَلَاءُ فِي أَهْلِ الْإِبِلِ
"Berbangga-banga dan kesombongan ada pada pemilik unta"
Disisi lain sibuta memiliki sifat Qana'ah sehingga dia memilih kambing dan Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
«الغَنَمُ بَرَكَة»
"Kambing itu ada keberkahan"

Dan beliau berkata:
«السَّكِينَةُ في أَهْلِ الْغَنَمِ»
"Ketenangan ada pada pemilik kambing"

5- Si Kusta dan si botak menisbatkan nikmat kepada selain Allah عز وجل dan berkata:
ورثت هذا المال كابراً عن كابر،
"Aku warisi harta ini turun temurun dari orang-orang tua kami yang mulia"

Perbuatan ini seperti  Firman Allah تعالى
(قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِنْدِي ..
Dia (Karun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.”
[Surat Al-Qashash 78]

Sesungguhnya orang yang menyandarkan nikmat kepada perbuatannya atau usahanya maka hal ini adalah bentuk syirik Rububiyyah"

Seandainya seseorang mengatakannya hanya dalam bentuk menkabaran maka boleh,
(Seperti mengatakan):
Aku mendapat warisan "harta ini dari ayahku"
Hal ini boleh(pent: tanpa meyaqini sebab utama, karena sebab utamanya adalah Allah).
Karena
syariat telah menjadikannya sebab didalam memiliki harta.

6- Si buta telah menggabungkan syukur dengan hati, lisan dan anggota badan.

Syukur hati tampak dari  perkataannya:
فَوَاللَّهِ لَا أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ بِشَيْءٍ أَخَذْتَهُ لِلَّهِ
"Demi Allah, sekarang aku tidak akan mempersulit anda  dengan sesuatu yang akan kau mengambilnya karena Allah."
Dan kata-kata ini menunjukan tanda ikhlas yang ada dalam hatinya.

Syukur dengan lisan, tampak dari perkataannya:
  قد كنت أعمى فرد الله علي بصري
"Sungguh aku dulunya buta lalu Allah عز وجل mengembalikan penglihatanku"

Syukur dengan anggota badan tampak dalam perkataannya,
«خذ ما شئت»
"Maka ambillah apa yang anda sukai."

7- Boleh seseorang berdoa dengan doa ta'liq(mengkaitkan dengan sesuatu), seperti doa malaikat,
إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ
"Jika engkau dusta niscaya Allah akan mengembalikan anda seperti keadaan semula"

Dan Ta'liq juga ada dalam hadits doa istikharah
اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ...
"Ya Allah jika engkau memang mengetahui bahwa perkara ini baik untuk ku dan kehidupanku dan kesudahannya dari perkaraku Maka taqdirkan untukku dan mudahkan aku, kemudia berkahi aku padanya.."

8-  Boleh menyebut "teman" bagi orang yang belum berteman, namun sama-sama ada kesamaan pada hal tertentu.
Sebagaimana perkataan malaikat kepada sibuta ini:
فَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْكَ وَسَخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ
"Sesungguhnya Allah telah ridho kepadamu dan murka kepada kedua temanmu"

Karena dia sama-sama dengan dua orang itu(sikusta dan sibotak) dalam ujian.

9- Bahwa ujian terkadang dengan nikmat.

Allah تعالى berfirman:
ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
... Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.
[Surat Al-Anbiya' 35]

10- Bahwa Berkembangnya(usaha) yang sesungguhnya adalah pada keberkahannya tanpa melihat banyaknya dan bentuk hartanya;
oleh karena itu sibuta berkata:
فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ
"Ambilah yang engkau kehendaki dan tinggalkan yang engkau kehendaki"

Sehingga Allah عز وجل memberikan keberkahan atasnya dan mengekalkan hartanya dan dan membinasakan kepada kedua temannya(si kusta dan si botak)

11- Jika berkata "karena Allah عز وجل " kemudian ingin menyebutkan seseorang dari makhluqnya maka wajib mengucapakan

«بالله ثم بك»
"Karena Allah kemudian karena anda"

sebagaimana perkataan malaikat.
Adapun mengatakan
«بالله وبك»
"Karena Allah dan karena anda"

Maka ini syirik kecil, jika dia memaksudkan penyekutuan ini permisalan seperti Allah عز وجل maka menjadi Syirik Besar.

12- Bahwa malaikat bertawasul dengan perbuatan Allah عز وجل,  yaitu dari perbuatannya عز وجل yang telah mengembalikan penglihatan sibuta dan bahwa Allah yang yang telah memberikan mereka harta, oleh karena itu, boleh bertawasul dengan perbuatan-perbuatan Allah dan hal itu dari rentetan tawasul dengan sifat-sifat Allah karena perbuatan Allah merupakan sifat bagi Allah.

Tawassul yang diperbolehkan ada 3 macam:

1- Tawassul dengan nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifatnya.

2- Tawassul dengan doa orang shalih dan bukan dengan zatnya.

3- Tawassul dengan amal shalih yang pernah dilakukan orang yang berdoa.

Adapun bentuk-bentuk tawassul selain ini tidak boleh.

13- Bahaya pelit, karena si kusta dan si botak pelit, sehingga kesudahannya adalah binasa dan habis.
Allah تعالى berfirman:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ...
Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka....
[Surat Ali 'Imran 180]

14- Balasan sesuai dengan jenis amal yang dilakukan.
Balasan orang baik dan dermawan adalah dikekalkan hartanya.
Dan balasan orang yang pelit seperti si kusta dan si botak dilenyapkan hartanya.

Sumber tulisan ini dari Syarah kitab tauhid oleh Syaikh Zaed AlBahri حفظه الله تعالى

Rabu, 10 Oktober 2018

Fiqih mendidik anak

(Materi khusus group tidak boleh dishare)

*Dampak kebaikan dan amal shalih kedua orang tua dalam pendidikan anak.*

Kebaikan dan amal-amal shalih kedua orang tua memiliki dampak yang sangat besar dalam kebaikan anak dan juga bermanfaat bagi mereka didunia bahkan juga diakhirat.

Demikian pula amal-amal buruk dan dosa-dosa besar yang dilakukan oleh para ayah dan ibu memiliki dampak buruk dalam pendidikan anak.

Dan Dampak-dampak ini (yang mempengaharui) atas pendidikan anak muncul dari beberapa alasan, diantaranya :

Keberkahan amal-amal shalih dan balasan Allah سبحانه وتعالى atasnya dan juga kesialan amal-amal buruk dan Allah سبحانه وتعالىmembalasnya terhadap pelakunya dan siksaan atasnya.

Maka terkadang bentuk balasan dan ganjaran(kebaikan orang tua) atau hukuman dan siksaan (orang tua) termisalkan pada anak-anaknya, bisa jadi dengan kebaikan mereka, terjaganya mereka, memimpinnya mereka, luasnya rizqi mereka dan sehatnya mereka.
Dan bisa juga berbeloknya mereka dari jalan haq, menyimpangnya mereka dan juga turunnya musibah-musibah pada mereka, derita dan sakit dan adanya problem-problem pada mereka.

Oleh karena itu maka kedua orang tua perbanyaklah dari beramal shalih karena dampak hal tersebut akan berbalik kepada anak-anak mereka.
Allah تبارك وتعالى berfirman:
(وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا)
Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.”
[Surat Al-Kahfi 82]

Sungguh musa dan Khidir عليهما السلام melintasi suatu kampung dan keduanya meminta kepada penduduknya makanan dan haq jamuan tamu namun mereka enggan menjamu mereka, lalu mereka mendapati dinding rumah yang mau roboh lalu khidir mendirikannya, maka musa berkata kepadanya,
"“Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”(AlKahfi: 77)
"Maka diantara jawaban khidir kepada Musa,
Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih."(AlKahfi: 82)
Maka lihatlah bagaimana penjagaan Allah سبحانه وتعالى harta dan simpanan  anak yatim ini karena keshalihan ayah?!!

Apakah engkau sangka dan yaqini bahwa simpanan dan harta yang Allah jaga ini dikumpulkan dari harta haram?
Sekali- kali tidak maka dari konsekuensi keshalihan ayahnya ini, tidaklah dia mengumpulkan harta ini kecuali dari sesuatu yang halal, dan juga maka Allah menjaganya untuknya karena keadaannya dari yang halal juga!!

Dan firman Allah  تبارك وتعالى
(وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا)
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan *keturunan yang lemah* di belakang mereka yang mereka khawatir terhadapnya.
Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
[Surat An-Nisa' 9]

Menjelaskan antara hubungan perkataan yang benar terhadap haq anak yatim dan berbaliknya dampak tersebut terhadap keturunan seseorang.

"Bersambung...."

Diterjemahkan dari kitab "Fiqh Tarbiyah AlAbnaa" karangan Syaikh Mushthafa al Adawi حفظه الله.

Rabu, 18 April 2018

Faedah AlBaqoroh 43

Faedah AlBaqoroh ayat: 43
Allah عز وجل berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ)
Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.
[Surat Al-Baqarah 43]

1- Berkata syaikh sholih Utsaimin رحمه الله:
أن الصلاة واجبة على الأمم السابقة، وأن فيها ركوعاً كما أن في الصلاة التي في شريعتنا ركوعاً؛ وقد دلّ على ذلك أيضاً قول الله تعالى لمريم:
Bahwa shalat itu wajib bagi umat-umat sebelumnya.
Dan bahwasannya pada shalat mereka ada rukuk sebagaimana dalam syariat kita,
Hal ini ditunjukkan juga pada firman Allah Ta'ala kepada Maryam
﴿ يَامَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ ﴾
Wahai Maryam! Taatilah Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.”
[Ali Imraan : 43]

2- Berkata Syaikh AsSa'di رحمه الله
ففيه الأمر بالجماعة للصلاة ووجوبها
"Padanya(ada dalil) ada perintah untuk shalat jamaah dan wajibnya berjamaah

3- Dan beliau berkata:
وفيه أن الركوع ركن من أركان الصلاة لأنه عبّر عن الصلاة بالركوع، والتعبير عن العبادة بجزئها يدل على فرضيته فيها
"Padanya (ada dalil) bahwa rukuk merupakan rukun dari rukun-rukun shalat dan mengungkapan ibadah dengan bagiannya menunjukkan atas kewajibannya"
(Taisirkalamirrahman/AsSa'di)

4- Berkata Syaikh Zaed AlBahree حفظه الله تعالى
ومن الفوائد
كرم الله جل وعلا إذ جعل حقه مع حق المخلوق فالصلاة من حقه والزكاة من حق المخلوق الفقير الضعيف .
فدل على أنهما حقان متلازمان
"Dari faedah-faedah ayat ini (ada dalil) kemurahan Allah جل وعلا menjadikan haqnya bersamaan dengan haq makhluq, maka shalat adalah haq Allah dan zakat adalah haq makhluq yang faqir dan lemah, maka hal ini menunjukkan bahwa  kedua ini menjadi saling mengharuskan.

والله أعلم