Rabu, 12 Oktober 2016

SYUBHAT TAAT ULIL THOGUT 1

Di antara Syubhat taat ulil thogut(Demokrasi) 1.

Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
يكون بعدي أئمة لا يهتدون بهداي ولا يستنون بسنتي”

“Akan ada para penguasa yang tidak mengambil petunjuk dengan petunjukku dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku.”
(HR. Muslim)

Dalam hadits diatas,
Yang bermakna ada penguasa yang tidak mengambil petunjuk dan mengambil sunnahku"
bisa memiliki beberapa penafsiran:

1- Sekedar tidak mengambil atau hanya meninggalkan petunjuk atau hukum Allah dan rasulnya (tanpa mengganti).

2- Berhukum dengan hukum Thogut.

3- Berhukum dengan hukum selain hukum Allah

Jika no 1: maka jelas tidak dikatakan kufur  hanya maksiat jika mampu melaksanakannya.

No 2:  Jelas kufur berhukum dengan hukum thogut, berdasarkan surat AnNisaa ayat 60 dan ayat-ayat perintah untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi Thogut.

No 3: bisa kufur(A) dan bisa tidak atau dosa besar(B) atau boleh saja (C).

A. Kufur:  jika masuk ke no 2 dengan mengganti undang-undang yang menetapkan kedustaan kepada Allah dan Rasulnya seperti Hukum Demokrasi atau berhukum dengan hukum thogut(hukum tandingan)

B. Dosa besar:
Seperti seorang hakim yang landasan hukumnya AlQuran dan Sunnah namun dia membuat kedustaan terhadap manusia dengan mendatangkan saksi palsu sehingga orang yang seharusnya tidak dihukum had (seperti potong tangan) menjadi dihukum karena saksi palsu.

C. Boleh saja:
Seperti dalam rangka mencari maslahat atau Ta'dzir(membuat jera) seperti seorang kepala sekolah menerapkan hukuman untuk siswa yang telat.

Maka hadits ini mutasyabih (multi tafsir) sehingga tidak bisa menjadi dalil untuk mentaati pemimpin yang berhukum dengan thogut!!

Maka berdasarkan kaidah ushul yang disepakati para ulama:
المتشابه يحمل على المحكم
"Dalil yang Mutasyabih dikembalikan kepada yang muhkam(jelas)"

Dan yang muhkam (jelasnya) adalah kita dilarang untuk mentaati Thogut.
(AlBaqoroh:  256/Annisaa:60/ AnNahl: 36/ dsb)

Bagaimana hadits ini ditafsirkan untuk taat kepada hukum thogut?
Siapakah salaf yang memahami seperti ini?
Bagaimana bisa melegalkan larangan yang Muhkam(jelas) dengan dalil yang Mutasyaabih (multi tafsir)??
Bukankan manhaj Ahli bid'ah mencari-cari dalil yang mutasyabih untuk menghindari yang muhkam??
(Lihat tafsir asSa'di surat Ali imraan ayat 7 tentang ayat Mutasyabih dan Muhkam)

Dan kerancuan yang lain:
jika hadits disini dipahami untuk mentaati penguasa berhukum thogut, maka ini sangat bertentangan dengan hadits shohih dari imron bin khusoin رضي الله عنه , bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
إن أُمِّر عليكم عبدٌ مجدَّع يقودكم بكتاب الله تعالى فاسمعوا له وأطيعوا
"Jika kalian dipimpin oleh budak Habasyi yang lumpuh yang dia memimpin kalian dengan kitabullah maka tetap dengarlah dan taatilah dia"
(HR.Muslim/kitab Imaroh no.1838)
dalam lafadz lain
"ما أقادكم بكتاب الله
"Selama mereka memimpin kalian dengan kitabullah"

Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hadits ini telah mensyaratkan untuk dengar dan taat hanya kepada pemimpin yang memimpin dengan kitabullah(AlQuran).

Berarti pemimpin yang bisa disebut ulil amri yang sah bukan hanya cukup muslim akan tetapi dia harus memimpin rakyatnya dengan Kitabullah.

Bagaimana anda bisa mengambil satu dalil dan mencampakan dalil yang lain??

والله أعلم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar